UNSUR ISLAM DAN JAWA DALAM TRADISI SELIKURAN KEC. GRINGSING KAB.BATANG

UNSUR ISLAM DAN JAWA DALAM TRADISI SELIKURAN

KEC. GRINGSING KAB.BATANG

Oleh : Salsabilla Alfin Ratnadila


Jurusan Studi Agama-Agama ,Fakuktas Usuludin Humaniora,

Universitas Islam Negeri Semarang

Salsaalfin20@gmail.com

 

Abstrak

Kehadiran bulan suci ramadhan telah disebut dengan penuh kegembiraan oleh umat muslim di seluruh dunia. Di antara rangkaian ibadah dalam bulan suci ramadhan yang sangat dipelihara sekaligus diperintahkan adalah I’tikaf. I’tikaf dalam peringatan bahasa berarti berdiam diri tetap di atas sesuatu. Sedangkan dalam pengertian syariat agama, I’tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutaman pada bulan suci ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadar, seorang muslim bisa bisa i’tikaf di masjid kapan saja, namun dalam konteks bulan ramadhan selam sepuluh hari terakhir pada perhitungan ganjil yakni malam-malam 21,23,25,27,dan 29 bulan ramadhan. Orang jawa lebih biasa menyebut tradisi maleman atau selikuran. Pemberian nama selikuran disebabkan karena ibadah itu dilaksabakan pada malam hari bulan ramadhan dilaksanakan selama 10 hari terakhir bulan ramadhan pada hitungan ganjil dumulai pada tanggal 21 ramadhan.

Kata kunci : Selikuran, tradisi, islam

 

 

 

I.Pendahuluan

A. Latar Belakang

menurut Koentjaraningrat, Budaya merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa sedangkan budaya jawa merupakan budaya yang diciptakan oleh masyarakat jawa menggunakan bahasa jawa dalam kehidupan sehari-hari. Budaya juga merupakan hasil dari kebiasaan yang sering dilakukan secara turun-temurun oleh seorang individu maupun kelompok masyarakat. Suatu budaya tradisi atau kebiasaan pastinya memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dengan nila-nilan itu, mereka bisa mengatur keselarasan dan keseimbangan di dalam kehidupan bermasyarakat, karena suatu nilai, manusia akan menjadi sebuah pedoman dan petunjuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Islam merupakan agama yang masuk di Indonesia dengan demai dan membuat masyarakat menerima islam meskipun sebelumnya sudah berkembang aneka budaya dan ritual dan bersifat local. Di jawa sendiri, masyarakatnya sudah memiliki berbagai macam    budaya dan tradisi yang tentu telah dipengaruhi oleh agama hindu dan budha sebelum kedatangan islam, islamisasi dilakukan oleh para tokoh islam terutama para wali padamasa awal dengan cara pendapatkan budaya sebagai sarana dakwah mereka, selain itu mereka juga berdakwah melalui pendidikan pesantren, melalui karya seni baikitu sastra, music maupun wayang. [1]

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki beragam budaya, suku, adat istiadat, dan bahasa yang berbeda di setiap daerah, Indonesia memiliki beragam kebudayaan oleh suku di daerahnya masing-masing. Kegiatan tradisi selikuran merupakan suatu kebudayaan yang tidak dapat di tinggalkan oleh penduduknya, oleh sebab itu kebudayaan yang telah dimiliki ileh suatu daerah harus di lestarikan bahkan di kembangkan, karena meninggalkan kebudayaan daerah sama saja dengan menghilangkan idenititas daerah tersebut.

            Dalam mengikuti perkembangan zaman atau mengikuti gerak modernisasi tidak semua masyarakat dan kebudayaan yang ada di wilayah kita ada beberapa masyarakat kebudayaan atau tradisi yang sudah dilakukan oleh nenek monyang sejak zaman dahulu.

 

 

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, kebutuhan-kebutuhan masyarakat sebagian besar dipenuhi melalui kebudayaan yang bersumber dari pada masyarakat itu sendiri, dikatakan sebagian besar karena kemampuan manusia adalah terbatas dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia. Kebudayaan juga mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain.

Apabila manusia hidup sendiri maka tidak akan ada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan-tindakanya, akan tetapi individu tidak akan bisa untuk hidup sendiri tanpa adanya masyarakat dan kebudayaan.

Didalam acara setiap acara ini ada unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat ditinggalkan oleh manusia sebagai makhluk yang mempunyai dinamika menghasilkan kebudayaan yang di sesuaikan dengan lingkungan secara luas, kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan dari kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkan sebagai belajar yang semua tersusun ke dalam kehidupan bermasyarakat.

 

 

 

 

 

                 

 

 

 

 

II. Pembahasan

Makna Selikuran

Dalam ajaran islam, diadakan malam kemuliaan di 10 hari terakhir bualan ramadhan.Waktu yang disebutkan malam lailatul qodar itu jatuh antara malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir. Malam lailatul qodar disebut juga sebagai malam seribu bulan. Pada malam ini pula, nabi Muhammad dahulu menerima Al Quran yang di turunkan oleh Allah. untuk menyambut malam ini, umat islam memperbanyak amal dan ibadah karena diyakini pula pahala yang didapat seribu kali lebih banyak dari hari-hari biasa. 

Malam selikur atau kadang dikenal juga dengan selikuran, diyakini telah ada sejak awal penyebaran agama islam di tanah jawa, tradisi ini diperkenalkan oleh walisongo sebagai metode dakwah islam yang disesuaikan dengan budaya jawa, ada yang mengartikan selikur sebagai sing linuwih ing tafakur dapat diartikan sebagai ajaran untuk lebih giat mendekatkan diri pada allah. karena itu tradisi malem selikur diharapkan menjadi sarana pengiangat untuk memperbanyak sedekah, merenung dan intropeksi diri, juga mengingkatkan ibadah-ibadah lain dalam sepuluh hari terakhir ramadhan. [2]

Dalam bahasa jawa, malem selikur berasal dari kata malem yang berarti malam dan selikur berarti dua puluh satu. Dua puluh stau yang menace pada tanggal 21. Tanggal 21 menjadi hari pertama dari sepertiga akhir bulan puasa, awal penantian bagi malam Lailatul Qadar yang akan tiba pada salah satu malam pada tanggal ganjil periode  tersebut. Pada masalalu, penyelenggaraan malam selikur jauh lebih besar dubanding pada saat ini.  [3]

Acara malam selikuran selesai tidak lama setelah adzan maghrib petanda buka puasa berkumandan  dalam penggalan hijriyah ataupun jawa yang didasarkan pada penagalan bulan perhantian hari dimulai pada saat matahari tenggelam sepenuhnya . maka dapat dikatakan, acara ini berakhir pada awal malam tanggal 21, atau bisa juga disebut malem selikur .

 

 

Masjid Gringsing yang terletak dikabupaten batang, juga melaksakan tradisi malam selikuran sebagaimana dikota-kota yang lain, masyarakat yang mengikuti tradisi ini di masjid gringsing tidak hanya masyarakat wilayah kabupaten batang. Namun banyak juga masyarakat yang berasal dari luar gringsing.

Selikuran dalam perspektif islam adalah berawal dari rasulullah Saw yang beri’tikaf disepuluh hari terakhir bulan ramadhan, nabi Saw bersabda,’’carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan “(Bukhari dan Muslim). Dan imam Syafii berkata,” menurut pemahamanku, nabi Saw menjawab sesuatu yang ditanyakan pada Nabi Saw : apakah kami mencarinya dimalam ini? , beliau menjawab:”carilah dimalam tersebut “(Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah). Dari sinilah dipastikan bahwa tradisi selikuran memang terdapat perpaduan ( sinkretisme ) nilai-nilai islam melalui budaya jawa, sehingga akhirnya tradisi ini dilestarikan oleh kerajaan islam pada masa itu, dan tetap berjalan hingga hari ini.[4]

Seiring perjalanan, banyak warna dan bentuk pelaksanaan malam selikuran ini misalnya, upacara malam selikuran dilaksanakan masyarakat pedesaan yang akrab dengan adat jawa, yaitu masyarakat desa melaksanakan ritual kenduri dirumah setiap keluarga. Kenduri dengan hidungan nasi dan lauk-pauk yang disebut Rasulan ada juga acara khataman, yaitu sebuah acara do’a bersama sebagai tanda selesainnya membaca Al-quran. Dan masih banyak lagi acara-acara yang dilakukan pada malam selikuran tentu kegiatan tersebut sebagai upaya memperbanyak peribadan kepada Allah dan penyucian diri.

Dengan selikuran Lailatul Qadar tersebut, diisi dengan memperbanyak ibadah yang terdiri dari Dzikir-Dzikir, membaca Al-Qur’an, berdoa meminta ampunan dan rahmat yang dipilih menjadi muslim yang diperlukan untuk bantuan mendapatkan keutamaanya adalah manfaat melebihi seribu bulan.[5]

 

 

 

Pelaksanaan tradisi selikuran, terdapat beberapa amalan keagamaan yang pada hakikatnya bernilai sebagai ibadah untuk meningkatkan keimanan terhadap sang pencipta antara lain :

1)    Berdoa  dalam tradisi selikuran terdapat doa-doa yang ditunjukan kepada Allah swt dan nabi Muhammad swt

2)    Silaturahmi pada saat acara tersebut untuk mengisi malam selikuran di masjid

3)    Membaca Al qur’an pada malam selikuran juga membaca Al qur’an diantaranya Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan Yasin yang di baca bersama-sama

4)    Membaca sholawat pada malam tersebut juga terdapat sholawat pada Nabi Muhammad saw

5)    Sedekah juga terdapat sedekah yang beberapa makanan yang dimakan bersama setelah selesai pelaksanaan tradisi tersebut.

Tradisi selikuran sebagai sarana Sosialisasi

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan hidup tanpa adanya bantuan orang lain dan kita sering tidak sadar bahwa hidup kita di dapat dari pemberian orang lain [6] manusia dikatakan makhluk sosial yaitu makhluk yang di dalam hidupnya tidak bisa melepas diri dari pengaruh manusia lain, manusia dikatakan makhluk sosial, juga dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan ( interaksi ) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial untuk hidup berkelompok dengan orang lain, sering kali didasari oleh kesamaan ciri atau kepentingan masing-masing,

Dalam tradisi selikuran ini mengandung nilai-nilai sosial, pengertian dari sosial yaitu segala sesuatu mengenai masyarakat, dan peduli pada kepentingan umum. Secara tidak langsung dalam tradisi selikuran dapat menimbulkan rasa kekerabatan yang terjalin antara masyarakat yang mengikuti acara tersebut, dari perkumpulan ini hubungan sosial mungkin akan terjalin, karena tidak menutup kemungkinan ketika perkumpulan terjadi.

 

Makna sosial yang terdapat dalam tradisi ini adalah nilai yang saling mengasihi dengan kegiatan beramal, bagi tuan rumah yang mengadakan tradisi tersebut, berabggapan dengan beramal rezeki tidak akan berkurang, tetapi akan tumbuh oleh Allah, dari tradisi ini juga secara tidak berlangsung akan mengajarkan para pemuda terhadap kepedulian antara sesama masyarakat.

Tradisi Masjid Gringsing

 Tradisi selikuran ini biasanya masjid gringsing melaksanakan sholat tasbih, sholat sunnah muthlaq secarah berjamaah dalam waktu tengah malam mereka berbondong-bondong  mengikuti acara tersebut dengan senangnya menyambut malam Lailatul Qadar. tidak hanya masyarakat gringsing yang memenuhi masjid tersebut banyak orang yang dari luar gringsing yang melaksanakan ibadah masjid gringsing.

Mengenai kegiatan yang mengiringi selikuran, masyarakat yang sudah berada di masjid sebelum maghrib biasanya sambil menunggu buka puasa ada yang mengikuti ceramah pengajian rutin sebelum maghrib yang diadakan oleh takmir masjid, setelah berbuka masyarakat mengikuti jamaah sholat maghrib, sholat isya’ dan terawih, setelah solat terawih, sebagian masih berada diserambi masjid untuk melaksankan berbagai macam ibadah, seperti mengikuti tadarus yang diadakan takmir masjid ada juga yang pulang dan kembali lagi pada tengah malam untuk melaksanakan sholat malam lailatul qodar.

Malam Lailatul Qadar dimulai pukul 00.30 WIB sampai jam 01.00 WIB. Pada malam selikuran ini, masjid dibuka pada pukul 23.00 WIB setelah sebelumnya dikosongkan sehabis jamaah sholat terawih, dengan alasan untuk memfokuskan kegiatan tadarus yang diadakan diserambi masjid, begitu masjid dibuka, jamaah yang telah berdatangan segera memenuhi ruangan utama masjid dan biasanya mereka melakukan sholat Tahiyatul Masjid kemudian tadarus Al-Qur’an. Pada pukul 00.00 WIB ruangan utama masjid terisi penuh sehingga jamaah melimpa keserambi, ke halaman masjid.  

 

 

Pada pukul 00.30 WIB kyai pemimpin datang, kemudian memberikan pengarahan selama 30 menit, materi pengarahan biasanya mengenai keutamaan Lailatul Qadar, kenudian ciri-ciri

malam lailatul qadar, tidak lupa pula diterangkan mengenai kaifiat ( tata cara ) sholat-sholat sunnah yang akan dilaksanakan pada malam itu. 

 

Kesimpulan

Malam selikuran adalah salah satu tradisi orang jawa. Biasanya orang  jawa melaksanakan atau memperingati tradisi tersebut pada 21 Ramadhan atau lebih dikenal dengan sebutan malam Lailatul Qadar. Tradisi selikuran dilaksanakan sebagai rasa bersyukur atas tibanya ke-21 bulan ramadhan rasa syukur ini pantas diwujudkan dalam ritual karena malam ke-21 menandakan dimulainya menerima Lailatul Qadar yang sangat dinantikan oleh semua orang yang berpuasa .

Dengan selikuran Lailatul Qadar tersebut, diisi dengan memperbanyak ibadah yang terdiri dari dzikir-dzikir, membaca Al-Qur’an, berdoa meminta ampunan dan rahmat yang dipilih menjadi muslim yang diperlukan untuk bantuan mendapatkan keutamaannya adalah manfaat melebihi seribu bulan.

Makna sosial yang terdapat dalam tradisi ini adalah nilai yang saling mengasihi dengan kegiatan beramal, bagi tuan rumah yang mengadakan tradisi tersebut, berabggapan dengan beramal rezeki tidak akan berkurang, tetapi akan tumbuh oleh Allah, dari tradisi ini juga secara tidak berlangsung akan mengajarkan para pemuda terhadap kepedulian antara sesama masyarakat.

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Prof.Dr. Sri Suhandjati, Islam dan Budaya Jawa Revilisasi Kearifan Lokal. Semarang.CV.Karya Abadi Jaya, 2015 cet,1

Paul B.Hartory Chester L. Hunt, Sosiologi, Terj. Drs.Aminuddin Ram, M Ed. Dra. Tita Sobari, Penerbit  Erlangga, Jakarta, 1999

 

H. Munawir Abdul Fatah, Tradisi Orang- Orang NU, Pustaka Pesantren, Yogyakarta,

 



[1] Carlie pamboedi, 2014, nilai-nilai keislaman

[2] Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa,Jakarta : Teraju,2003,Hlm 41-42

[3] Sidi Gazalda, Islam Integrasi Ilmu dan Kebudayaan, ( Jakarta : tintamas, 1967 ), hlm. 47

[4]Koentjaraningrat: Kebudayaan Jaw, Hlm 311

[5] Ibid, 146-148, hal

[6] Paul B.Hartory Chester L. Hunt, Sosiologi, Terj. Drs.Aminuddin Ram, M Ed. Dra. Tita Sobari, Penerbit  Erlangga, Jakarta, 1999


Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKULTURASI BUDAYA – KESELARASAN DALAM BUDAYA JAWA SESAJEN DI DESA JETAK KECAMATAN WEDARIJAKSA KABUPATEN PATI

AKULTURASI BUDAYA JAWA DENGAN TIONGHOA DALAM MOTIF BATIK LASEM

PELESTARIAN BUDAYA JAWA ISLAM DALAM TRADISI 10 SYURO SYEKH AHMAD MUTAMAKKIN DI DESA KAJEN MARGOYO KABUPATEN PATI