UNSUR ISLAM DAN JAWA DALAM ADAT PERNIKAHAN BALEK KLOSO DI KECAMATAN REBAN KABUPATEN BATANG.
UNSUR ISLAM DAN
JAWA DALAM ADAT PERNIKAHAN BALEK KLOSO DI KECAMATAN REBAN KABUPATEN BATANG.
Asri
Maftukhah
Jurusan
Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
UIN
Walisongo Semarang.
ABSTRAK
Ritual yang ada di masyarakat jawa,
diselenggarakan dengan tujuan untuk menghindari bencana atau mala petaka.Ritual
yangmasyarakat Jawa lakukan antara lain yang pertama ritual pada masa
kehamilan,kedua ritual pada masa melahirkan yang ketiga ritual pada masa
pernikahan dan yang terkahir ritual pada kematian.Semuanya adatahapan-tahapan
ritualnya masing-masing.Perkawinan merupakan ibadah yang sangat istimewa dalam Islam.Istimewa
karena menjadi anjuran dan disunahkan oleh Rasulullah SAW bagi yang telah mampu
menurut Syariat Islam.Dalam tradisi orang Jawa memakai peristiwa perkawinan
dengan menyelenggarakan berbagai upacara adat.Upacara itu dimualai dari tahap
perkenalan sampai terjadinya perkawinan prosesi upacara yang masing-masing
upacara tersebut mempunyai makna-makna kearifan yang sangat dalam.Adat istiadat
perkawinan Jawa ini merupakan tradisi yang bersumber dari Keraton.Oleh karena
itu,berdasarkan ulasan diatas,makan penulis mengangkat judul artikel ini adalah
tentang”Ritual dalam Siklus Kehidupan Budaya Jawa Islam ppada Pernikahan di
Kecamatan Reban Kabupaten Batang.
Kata
kunci : Ritual,Pernikahan,upacara adat
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ritual dikalangan masyarakat Jawa,
diselenggarakan untuk menghindari bencana atau mala petaka.Pada umumnya
dilakukan pada siklus kehidupan yang dipandang pada masa krisis yang tidak tahu
cara mengatasinya[1].
Ritual yang dilakukan misalnya pernikahan.Pernikahan
adalah suatu yang sakral,agung dan monumental bagi setiap pasangan hidup.Karena
itu,pernikahan bukan hanya sekedar mengikuti ahama dan meneruskan naluri para
leluhur untuk membentuk sebuah keluarga dalam ikatan hubungan yang dah antara
pria dan wanita,namun juga memiliki arti yang sangat mendalam dan luas bagi
kehidupan manusia dalam menuju bahtera kehidupan seperti yang dicita citakannya.
Bagi masyarakat Jawa pernikahan
bukan hanya merupakan pembentukan rumah tangga baru,namun juga merupakan ikatan
dari dua keluarga besar yang bisa jadi berbeda dalam segala hal,baik sosial,ekonomi,budaya
dan sebagainya.Pernikahan merupakan hari bahagia,namun didalamnya ada masa
krisis yang harus dilalui oleh pasangan yang akan menikah.Bebeapa krisis itu
bisa terkait dengan beberapa hal seperti penyelenggaraan pernikahan atau
pestanya.Apakah bisa berlangsung dengan aman dan nyaman.
Dalam realitas masyarakat,terkadang
ada yang keracunan makanan,rombongan pengantin dapat hambatan dalam perjalanan
dan lainnya.Sedangkan dari usia perkawinan ada pula beberapa faktor yang bisa
memutuskan tali perkawinan seperti terjadinya perselingkuhan,tidak adanya
keturunan campur tangan dari keluarga yang menyebabkan tidak terciptanya
keharmonisan dalam rumah tangga.Kalau sudah punya anak,terkadang membawa pula
Maslah bagi orang tuanya yang berdampak negatif pada keutuhan rumah tangga orang
tuanya.
II.PEMBAHASAN
Pernikahan
yang dalam bahasa arabnya disebut “nikah” adalah akad antara calon suami istri
untuk memenuhi hajat yang diatur menurut tatanan syariat agama,sehingga
keduanya diperbolehkan bergaul sebagai suami istri[2].
Dalam pengertian lain
yang hampir sama artinya dijelaskan bahwa pernikahan yang dalam agama disebut
“nikah” ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara
seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua
belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi
rasa kasih sayang dan ketentraman.
Pernikahan
itu bukan saja merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan
rumah tangga dan keturunan,tetapi juga dapat dipandang sebagai suatu jalan
menuju pintu perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan
antara satu dengan yang lainnya.
Masyarakat Jawa secara geografis
meliputi wilayah Jawa Tengah,Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Surakarta adalah sebagai pusat kebudayaan Jawa.Kedua
daerah tersebut sampai sekarang masih dibawah pemerintahan Mangkunegara(Solo)
dan Sultan Hamengkubuwono (Yogyakarta).Masyarakat Jawa mayoritas beragama
Islam.Interaksi antara adat Jawa dan Islam masih kental,sehingga antara upacara
perkawinan di Jawa ,lebih banyak di dominasi oleh adat Jawa ,sedangkan prosesi
akad nikah ,yakni ijab qobul lebih didominasi oleh agama Islam[3].
Jodoh adalah pasangan sebagai suami
Istri.Sudah menjadi sunnatullah bahwa segala sesuatu diciptakan Tuhan
berpasang pasangan,begitupun manusia dijadikan Tuhan dari dua jenis,laki-laki
dan perempuan.Konsep memilih jodoh menurut Empu Brojodiningrat konsultan
Pakuwon Radya Pustaka ada 3 hal yakni: sak bobot,sak traju,sak timbangan.Sak
bobot artinya pasangan suami istri,satu level,satu kelas,baik dalam status
sosial ,harta dan pendidikan.Sak traju artinya sak pundak,sak dedek, maksudnya”dedek
piadege” serasi,seimbang,waktu berjalan bersama tampak harmonis.Sak timbangan
artinya mempunyai keseimbangan dalam hal derajat,pangkat, pemikiran.
Pertimbangan untuk memilih calon suami
yang ideal harus mampu:Hanganyomi,Hanganyemi dan Hanyayangi.Hanganyomi artinya
mampu melindungi keluarga dari rintangan dan kesukaran hidup dalam keluarga.Dia
mampu melindungi keluarga dari rintangan dan kesukaran hidup dalam keluarga,dia
tempat berlindung dan bergantung.Hanganyemi artinya membuat suasana tenanga dan
tentram,sehingga kehidupan rumah tangga menjadi bahagia.Hanyayango berati
sanggup dan mampu memberi nafkah kepada istri dan keluarganya.Sedangkan
pertimbangan untuk memilih istri yang baik adalah :Mugen,Tegen,Rigen.Mugen
artinya tidak sering meninggalkan rumah kalau tidak perlu,kalau seneng ke
tentang ga ngobrol ini namanya tidak Mugen.,hal ini dapat berakibat munculnya
persoalan keluarga.Tegen adalah suka bekerja dan mau mengerjakan semua
pekerjaan orang perempuan dengan baik seperti,mengasih anak,memasak,mengatur
lingkungan,rumah tangga dan sebagainya.Rigen artinya pandai mengelola (ngecaake
nafkah) yang diberikan oleh suami.Meskipun penghasilan suami tidak banyak
,tetapi dapat mnagatur kebutuhan rumah tangganya[4].
Pernikahan pada orang Jawa sering
menggunakan upacara adat yang sangat kental dengan budaya Jawa.Termasuk di Desa
Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang,Jawa Tengah ini.Masayrakat desa
ini masih menggunakan upacara adat jika melangsungkan pernikahan.Masyarakat
Desa Sojomerto memaknai peristiwa perkawinan dengan menyelenggarakan upacara.Upacara
itu dimulai dari tahap perkenalan sampai tahap pernikahan.Tahapan tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Nontoni
Pada
tahap ini sangat dibutuhkan peran seorang perantara.Perantara ini merupakan
utusan dari keluarga calon pengantin wanita.Pertemuan ini dimaksudkan
nonton,atau melihat calon dari dekat.Biadanya,utusan datang kerumah calon pengantin
wanita bersama calon pengantin pria.Di rumah itu,para calon mempelai bisa
bertemu langsung meskipun hanya sekilas.Pertemuan sekilas ini terjadi ketika
calon pengantin wanita mengalirkan minuman dan makanan ringan sebagai
jamuan.Tamu disambut keluarga calon pengantin wanita yang terdiri dari orang
tua calon pengantin wanita dan keluarganya,biasanya pakdhe atau pak Lik.
2.
Nakoake/Nembung
Sebelum
melangkah ke tahap selanjutnya,perantara akan menanyakan beberapa hal pribadi
seperti adakah calon bagi calon mempelai wanita.Bila belum ada calon,maka
utusan dari calon mempelai pria memberitahukan bahwa keluarga calon pengantin
pria berkeinginan untuk berbesan.Lalu calon pengantin wanita ditanya
kesediannya menjadi istrinya.Bila calon wanita setuju,maka perlu dilakukan
langkah-langkah selanjutnya.Langkah selanjutnya adalah ditentukannya hari”H”
kedatangan utusan untuk melakukan kekancingan rembug(piningset).
3.
Piningset
Piningset ini merupakan suatu simbol bahwa calon pengantin wanita sudah
diikat secara tidak resmi oleh calon pengantin pria.Piningset biasanya berupa
kalpika (cincin),sejumlah uang dan oleh-oleh berupa makanan khas daerah.Makanan
yang dibawa biasanya terbuat dari beras ketan,seperti
wajik,jenang,gemblong,rengginang dan lain sebagainya.Sebagaimana kita
ketahui,beras ketan(setelah dimasak) bersifat lengket.Sehingga aneka makanan
yang terbuat dari beras ketan itu mengandung makna sebagai pelekat,yaitu
diharapkan kedua pengantin dan antar besan tetap lengket.Peningset ini bisa
dibarengi dengan acara pasok tukon,yaitu pemberian barang-barang berupa pisang
sanggang (pisang jenis raja setangkup),seperangkat busana bagi calon pengantin
wanita dan Upakarti atau bantuan bila upacara pernikahan akan segera
dilangsungkan seperti beras,gula,sayur mayur bumbu dan sejumlah uang.Ketika
semua sudah berjalan dengan lancar,maka ditentukanlah tanggal dan hari
pernikahan.Biasanya penentuan tanggal dan hari disesuaikan dengan weton(hari
lahir berdasarkan perhitungan Jawa) kedua calon pengantin ini.Hal ini
dimaksudkan agar pernikahan itu kelak mendatangkan kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga.
4.
Pasang Tarub
Pasang
tarub merupakan simbol untuk menolak bencana yang bisa mengancam kelangsungan
upacara perkawinan.Untuk itu,keluarga penganten terutama orang tuanya,perlu
mendekatkan diri (taqarub) kepada Gusti Allah,agar mendapat perlindungan dari
musibah/bencana yang bisa merusak acara perkawinan.Kata “Tarub” berasal dari
jarwasodok/etimologi Jawa,yang diambil dari taqarub (bahasa Arab yang berati
“mendekatkan diri” pada Allah.
Istilah
ini diperkirakan berasal dari masa wali yang memang memasukkan unsur-unsur
Islam dalam tradisi Jawa.Tarub dipasang dihalaman depan,mempunyai makna bahwa
pertama kali yang harus dilakukan orang tua yang anaknya akan dinikahkan,adalah
mendekatkan diri kepada Gusti Allah.Pendekatan itu dilakukan dengan
berdoa,bersedekah atau hajatan.Di Desa Sojomerto sekarang ada yang mengadakan
yang disertai dengan pengajian sebelum akad nikah.
Masyarakat
Jawa sebelum masa Islam,ketika akan melakukan hal yang dipandang skaral atau
penting bagi kehidupannya selalu mengawalinya dengan menyediakan sesaji.Hal itu
dimaksudkan sebagai media untuk mengajukan permohonan kepada yang punya kekuatan
luar biasa.Melalui sesaji , seseorang mengharapkan pertolongan dan bantuan guna
menyelesaikan persoalan yang dihadapi.Misalnya dalam proses pernikahan,ketika
pengantin putri mau dirias,maka perias akan menyediakan sesaji terlebih dahulu
agar hasil riasannya bagus dan memukau yang pada hadir.Meskipun sekarang sudah
banyak rias pengantin yang terpelajar dan muslim,tetapi sebagian dari mereka
masih belum berani meninggalkan sesaji sebelum merias.Hal ini menunjukkan kuat
ya pengaruh tradisi dalam kehidupan bermasyarakat.
Ritual
yang berisi pendidikan bagi penganten yang akan memasuki rumah tangga
,dilakukan juga melalui simbol tarub.Antara lain berupa pisang
raja,tebu,cengkir,daun alang-alang dan daun Kluwih.Pisanh raja merupakan simbol
dari keinginan orang tua,agar pengantin berbahagia hidupnya laksana raja.Sedangkan
Tebu dari kata “anteping kalbu” merupakan simbol,yang berati pernikahan
itu sudah didasarkan pada pertimbangan yang matang,sehingga harus dijalani
dengan keteguhan hati dan “kencenging pikir(cengkir)”.Oarang tua juga
punya harapan Agara pengantin kelak menjadi orang “linuwih” (daun kluwih)
atau punya kelebihan dalam banyak hal dan dalam rumah tangganya tidak ada
halangan (daun Alang Alang).
Bersamaan dengan pemasangan tarub,dipasang
juga tuwuhan .Yang dimaksud dengan tuwuhan adalah sepasang pohon
pisang raja yang sedang berbuah yang dipasang di kanan dan kiri pintu masuk[5].
5.
Akad Nikah
Akad
nikah adalah inti dari upacara perkawinan.Biasnaya akad nikah dilakukan sebelum
acara resepsi.Akad nikah disaksikan oleh sesepuh/parang tua dari kedua calon
pengantin dan orang yang dituakan.Pelaksanaan akad nikah dilakukan oleh petugas
dari catatan sipil atau petugas agama.
6.
Panggih
Upacara Panggih dilaksanakan setelah upacara
akad nikah atau ijab Qabul.Kata Panggih berasal dari bahasa Jawa ,yang artinya
bertemu.Sehingga upacara Panggih berati pertemuan kedua pengantin setelah
prosesi akad nikah.Panggih dimulai dengan pertukaran kembang Mayang,kalpataru
dewadru yang merupakan sarana dari rangkaian Panggih.Sesudah itu dilanjutkan
dengan Balangan suruh(lempar sirih) ngidak endog (pecah
telur) dan mijiki(membasuh kaki).
7.
Balangan Suruh / Lempar sirih
Upacara
Balangan suruh atau lemapar sirih dilakukan oleh kedua penggantian
secara bergantian.Gantal yang dibawa untuk dilemparkan ke pengantin putra oleh
pengantin putri disebut godong kasih,sedangkan hantam yang dibawa oleh
pengantin laki-laki disebut godhang tutur.Gantal dibuat dari daun sirih yang
ditekuk membentuk bulatan(istilah jawa: dilinting) yang kemudian diikat dengan
benang putih/Lawe.Daun sirih merupakan perlambang bahwa kedua pengantin
diharapkan bersatu dalam cipta,karsa dan karya.Saling melempar sirih,mempunyai
maksud agar dua orang yang telah menikah mempunyai sikap saling mengasihi,
menyayangi setelah pernikahan.
8.
Ngidam endok/ menginjak telur
Upacara
pecah telur diawali oleh juru para,yaitu orang yang bertugas untuk merias
pengantin dan mengenakan pakaian pengantin,dengan mengambil telur dari dalam
Bokor, kemudian diusapkan ke dahi pengantin pria yang kemudian penggantian pria
meminta untuk menginjak telur tersebut kemudian pengantin wanita mewijiki (membasuh)
kaki pengantin pria dengan menggunakan air yang telah diberi bunga setaman.
Menginjak
telur atau menempelkan telur pada dahi mempunyai maksud terjadinya penggantian
masa lajang ke pada kehidupan sebagai suami istri yang slaah satu tugasnya
adalah melestarikan keturunan.Untuk pengantin dengan riasan gaya Surakarta
menggunakan simbol menginjak telur sedangkan gaya Yogyakarta telur hanya
diusapkan pada dahi pengantin laki-laki dan perempuan,kemudian dibuang oleh
perias[6].
Perbedaan cara itu membawa pada perbedaan maksud,semuanya melambangkan adanya
hubungan batin yang tersambung satu sama lain.Tradisi memecah telur
itu,dilanjutkan dengan membasuh kaki penganten laki-laki,sebagai simbol bakti
seorang istri kepada suami.Upaacra membasuh kaki ini,sekarang sering menuai
kritik dari kaum perempuan.Karena posisi istri jongkok dihapdapan suami yang
berdiri itu dipandang sebagai gambaran perempuan makhluk inferior sedangkan
laki laki dianggap sebagai makhluk superior.
Pemandangan
tersebut menimbulkan kesan adanya perbedaan harkat dan martabat Anatar
laki-laki dan perempuan yang berstatus sebagai pasangan suami istri.Padahal
dalam budaya Jawa ,ada istilah yang menunjukkan bahwa perempuan itu sejajar
dengan laki-laki,misalnya istri disebut dengan “garwa” (singkatan dari sigraning
nyawa artinya belahan jiwa suami) atau istilah lainnya “sisihan” (pendamping),maka
seharusnya posisi keduanya sejajar.Namun,pada rangkaian upacara membasuh kaki
itu adlah simbol bakti istri kepada suami.Maka Syamsi gmharus menghargainya,dan
dalam upacara itu digambarkan dengan usaha suami untuk membantu istrinya bangun
dari posisi jongkok,sehingga istri bisa berdiri sejajar dengan suaminya.
Perempuan adalah Makhluk Allah sejajar dengan laki laki.Ia diciptakan
oleh Allah dari unsur yang sama dengan laki-laki yakni dari sperma yang bertemu
dengan sel telur.Karena itu menurut ajaran Islam ,laki-laki dan perempuan punya
harkat dan martabat yang sama .Mereka diberi peluang yang sama oleh Allah untuk
mendapatkan derajat yang sama oleh Allah untuk mendapatkan derajat spritual tertinggi
dihadapan Allah ,yakni menjadi Muttaqin(orang yang bertaqwa).Karena derajat
yang tinggi dalam penilaian Allah adalah siapa saja yang paling taqwa kepada
Allah,bukan karena jenis kelaminnya.Hal ini disebut dalam firman Allah surah Al
hujurat ayat 13.
9.
Timbangan
Upacara
timbangan biasanya dilakukan sebelum kedua pengantin duduk di pelaminan.Upacra
timbangan dilakukan sebelum kedua pengantin dengan jalan sebagai berikut: ayah
pengantin putri duduk diantara kedua pengantin.Penganyin laki-laki duduk diatas
kaki kanan ayah pengantin wanita,sedangkan pengantin wanita duduk diatas kaki
ayahnya sebelah kiri.Kedua tangan ayah dirangkul kan kepuncak kedua pengantin
Lalu ayah mengatakan bahwa keduanya seimbang,sama berat dalam arti konotatif.
10.
Tanem
Tabel
disebut juga dengan istilah tandur pengantin .Ini melambangkan prosesi
dimana ayah pengantin wanita menundukkan pasangan pengantin di pelaminan
sebagai tanda merestui pernikahan mereka.Artinya Sanga yah menanam kedua
mempelai dalam suatu dunia atau kehidupan baru.
11.
Tukar kalpika/Tukar cincin
Tukar
kalpika adalah prosesi tukar cincin sebagai tanda cinta kedua mempelai.Prosesi
ini bisa dilakukan dalam satu rangkaian dalam upacara ijab Qabul, tentu
saja setelah kedua mempelai resmi menjadi pasangan suami istri.
12.
Kacar kucur
Kacar
kucur merupakan simbol dalam menata keuangan keluarga.Dalam konsep Jawa ,suami
adalah kepala keluarga yang bertanggung jawab memberi nafkah kepada sang istri
Hal ini secara simbolik dilakukan dengan mengucurkan logam uang receh logam
yang ada dalam bungkusan kepangkuan istrinya(pengantin putri).Ini memberikan
pendidikan tentang kewajiban suami memberi nafkah dan kewajiban istri mengelola
uang belanja agar tidak terjadi pemborosan yang berdampak pada lebih besarnya
pengeluaran di banding pemasukannya.
Pendidikan mengatur keuangan ini penting diberikan ,karena banyak
perceraian yang terjadi karena Maslaah ekonomi.Penelitian yang dilakukan
penulis Pengadilan Agama Semarang pada tahun 2003 menunjukkan bahwa faktor
ekonomi menjadi penyebab utama terjadinya kekerasan dalam rumah tangga[7].
Karena
itu, pendidikan mengelola keuangan rumah tangga memang seharusnya dilakukan
sejak awal pernikahan sebagaimana tampak dalam ritual pernikahan Jawa.Orang tua
pengantin putri punya kewajiban memberikan pendidikan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan keuangan keluarga kepada pengantin berdua.Hal ini digambarkan
pula dalam acara Kacar kucur ,setelah pengantin wanita menerima uang dari suaminya
kemudian diserahkan kepada ibunya.Dengan harapan akan mendapat pengarahan dari
orang tuanya tentang cara mengatur keuangan keluarga.
13.
Dulangan /Dahar walimah/ dahar
kembul
Dulangan
adalah prosesi saling menyuapi antara kedua pengantin.Upacara ini melambangkan
bahwa kedua pengantin akan hidup bersama.
14.
Sungkeman
Dalam
prosesi ini kedua pengantin bersujud atau bersimpuh memohon doa restu kepada
masing masing orang tua.Pertama Tama kedua pengantin melakukan sungkeman kepada
ayah dan ibu pengantin wanita baru kemudian kepada ayah dan ibu pengantin
pria.Selama prosesi sungkeman berlangsung ,pemaes mengambil keris yang
ada di belakang mempelai pria dan mengembalikannya lagi stelah prosesi
sungkeman berakhir.Sungkeman mempunyai makna yaitu:
· Tanda
bhkati kepada orang tua yang telah membesarkan dan mendidik hingga dewasa.
· Permohonan
anak kepada orang tua untuk membukakan pintu maaf atas segala kesalahan
anaknya(pengantin)
· Memohon
doa restu orang tua agar hidupnya(keluarga) bahagia.
15.
Resepsi
Setelah
upacara adat selesai dilakukan maka tiba saatnya untuk resepsi perkawinan (Di
masyarakat Desa Sojomerto Kecamatan Reban ada yang melakukan ada yang
tidak,biasanya Yeng mengadakan resepsi adalah dari keluarga berada).Dalam acara
ini,para tamu undangan mulai mengucapkan selamat kepada pasangan pengantin dan
dilanjutkan dengan sesi foto-foto.Terkahir tamu undangan menikmati hidangan
yang sudah disediakan.Pada orang berada misal kepala desa ada juga yang
mengundang hiburan seperti musik,gamelan,organ tunggal untuk menghibur tamu
undangan.
Setelah
semua upacara adat dan resepsi selesai.Biasanya keluarga mempelai mengadakan Jenang
sumsuman (dilakukan setelah dua acara perkawinan selesai.Dengan kata
lain,jenang sumsuman,merupakan ungkapan syukur karena acara berjalan dengan
baik dan selamar tidak ada kurangsatu apapun,dan sisanya dalam keadaan sehat
walafiyat.Biasnaya jenang sumsuman diselenggarakan pada malam hari,yaitu malam
berikutnya setelah acara perkawinan.) Selanjutnya ada upacara adat setelah
semuanya selesai yaitu Balik Kloso disebut dengan boyongan karena
pengantin putri dan pengantin putra diantar oleh keluarga keluarga pihak
pengantin putra ke keluarga pihak pengantin putra secara bersama-sama.Balek
Kloso diadakan di rumah pengantin laki-laki biasanya acaranya tidak
selengkap pada acara yang diadakan ditempat pengantin wanita meskipun bisa juga
dilakukan lengkap seperti acara Panggih biasanya.Hal ini tergantung dari
keinginan dari pihak keluarga pihak pengantin laki-laki.Biasanya balek kloso
diselenggarakan sepasar (lima hari) setelah acara pernikahan.Balek
Kloso juga bisa diartikan pengantin pindah tinggal ke keluarga laki-laki
setelah sebelumnya tunggal di keluarga perempuan.Kedua pengantin diantarkan oleh
kerabat dan tetangga dari pihak perempuan,sambil membawa oleh-oleh.Sementwra
Keluarga pihak laki-laki menyambut dengan mengadakan syukuran seadanya,tanpa
ada acara resmi.Demikian juga,di tempat keluarga laki-laki,kedua mempelai
tinggal kira-kira 1 Minggu atau kurang dari itu atau Bahkan lebih,selanjutnya
dapat tinggal sesuai kondisi,dapat tinggal ditempat laki-laki atau perempuan
atau Bahakan rumah baru,sesuai kesepakatan keluarga.
Dari sekian banyaknya rangkain upacara
pernikahan adat Jawa,hal yang menjadi puncak upacara perkawinan dan penuh tanda
hormat adalah upacara Panggih.Tanda-tanda kehormatannya antara lain :
· Tempat
duduk pengantin dipersiapkan secara khusus
· Pengantin
bagaikan raja dan ratu dengan pakaian kebesaran bagai seorang raja dan ratu.
· Jalannya
upacara Panggih diiringi Gending Gending yang khusus untuk pelaksanaan Panggih.
· Selama
Panggih tidak boleh disisipi acara lain baik hidangan maupun hiburan.
· Upacara
Panggih dilaksanankan secara agung dan Khidmah.
Adapun tujuan upacara Panggih yaitu:
· Untuk
memperoleh pengukuhan secara adat atas perjodohan dua insan yang sudah terikat
tali pernikahan.
· Untuk
memperkenalkan kepada khalayak (Masyarakat) tentang terjadinya perkawinan
sekaligus mendapatkan pengakuan secara adat.
· Untuk
mendapatkan doa dan restu pada sedih dan semua tamu undangan yang hadir[8].
Masing-masing orang yang punya hajatan
memeriahkan pesta perkawinan keluarga mereka sesuai asal muasal mereka,Jawa
,Sunda,Bali, Sumatera,dan sebagainya.Ada yang melakukan perkawinan adat secara
lengkap dimana semua peralatan pesta maupun urutan acaranya diselenggarakan
secara utuh.Tapi,ada sebagian orang yang menyelenggarakan upacara kepadatannya
sebagian-sebagian sesuai dengan kemampuan dan selera masing-masing keluarga[9].👍
Setiap rangkaian upacara adat perkawinan
memiliki simbol dan makna yang sangat dalam.Kemudian berkaitan dengan banyaknya
simbol-simbol yang mempunyai makna yang dalam,dalam upacara perkawinan adat ,
masyarakat menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak,yang masih dalam
tingkat pemikiran seseorang atau kelompok yang sering dikaitkan dengan berbagai
kegiatan sosial yang ada pada kehidupan mereka sehari-hari,yang sering
digunakan sebagai alat untuk mewariskan kebudayaan.
III.PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ritual adat Jawa pada
pernikahan banyak sekali mengandung makna yang sangat dalam.Terdapat juga unsur
pendidikan yang terdapat dalam ritual pernikahan adat Jawa yang perlu diungkap
dan disosialisasikan.Sehingga generasi penerus mengetahui nilai-nilai luhur
yang ada dalam budaya Jawa dan perlu dilestarikan.Tradisi yang turun temurun
itu,pada umumnya hanya dilakukan tanpa disertai penjelasan tentang makna yang
terkandung didalamnya.Sehinggga sebagian besar generasi muda tidak mengerti
maksud dan tujuan ritual yang masih sering digunakan oleh masyarakat.
Upacara pernikahan di Desa Sojomerto
kecamatan Reban Kabupaten Batang ini masih sangat kental adat istiadat
nya.Banyak juga orang yang mempunyai hajat menyelenggarakan pesta pernikahan
dengan adat yang utuh seperti yang sudah dijelaskan diatas.Ada pula yang
menggunakan sebagaian.Bagi orang yang kurang mampu biasanya tidak menggunakan
adat istiadat tersebut.Hanya lamaran,ijab qobul sudah.tidak ada upacara adat.
B.DAFTAR PUSTAKA
·
Prof.Dr.Sri Suhandjati,Islam
dan Budaya Jawa Revitalisasi Kearifan Lokal (Semarang:CV.Karya Abadi
Jaya,2015) cet.1
·
Hamidin,Buku Pintar
Perkawinan Nusantara ,(Yogyakarta:DIVA Press,2002) cet.1
·
Yana,Falsafah dan Pandangan
Hidup Orang Jawa,(Yogyakarta:Bintang Cemerlang,2002) cet.1
·
Aryati Agoes,Kiat Sukses
Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Jawa,(Jakarta: Pustaka Utama,2001)
hal 24,45-46
·
Pringgawidogda Suwarna,Tata
Upacara dan Wicara Pengantin Gaya Yogyakarta,(Yogyakarta:Kanisius (Anggota
IKAPI),2006) hal 189-190.
[1] Prof.Dr.Sri
Suhandjati,Islam Dan Kebudayaan Jawa Revitalisasi Kearifan Lokal
(Semarang:CV.Karya Abadi Jaya,2015) cet.1
[2] Ishom Anas,Risalah
Nikah ala Rifa’iyyah(Pekalongan:Al-Asr,2008)
[3] Sudarto,Makna
Filosofi BIBIT,BOBOT,BEBET,Sebagai Kriteria Untuk Menentukan Jodoh Perkawinan
menurut Adat Jawa (DIPA IAIN Walisongo Semarang,2010),Hal. 13-18
[4] Hamida,Buku
Pintar Perkawinan Nusantara,(Yogyakarta:Diva Press,2002),Cet.1
[5] Yana,Falsafah
dan Pandangan HIdup Orang Jawa,( Yogyakarta: Bintang Cemerlang,2002), Cet.1
[6] Aryanti Agoes,Kiat
Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Jawa,(Jakarta:Pustaka
Utama,2001),Hal.24,
[7] Sri Suhandjati
Sukri,Islam Menentang Kekerasan Terhadap Istri,( Yogyakarta:Gama
Media,2004), Hal.73
[8] Pringgawidogda
Suwarna, Tata Upacara Dan Wicara Pengantin Gaya Yogyakarta, (
Yogyakarta: Kanisius ( Anggota IKAPI),2006), Hal. 189-190
[9] Aryanti Agoes,Kiat
Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Jawa,(Jakarta:Pustaka
Utama,2001),Hal 45-46
Komentar
Posting Komentar