Sejarah Tradisi Nyadran Laut Didesa Sendang Sekucing
MUNA
AZIMATUL MUKTAFIAH
STUDI
AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDIN DAN HUMANIORA
Sejarah Tradisi Nyadran Laut Didesa Sendang Sekucing
Nelayan
Sikucing, Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, menghias perahu
mereka lalu menumpanginya ke tengah laut. Arak-arakan perahu hias ke tengah
laut menandai berlangsungnya tradisi nyadran laut. Sesampai tengah lautan,
mereka melarung sesaji yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tradisi masyarakat
nelayan pantai utara (pantura) Pulau Jawa tersebut dilakukan setiap tahun
sebagai ungkapan rasya syukur kepada Tuhan sekaligus sebagai permohonan doa
agar diberi keselamatan saat melaut serta mendapat hasil tangkapan ikan yang
melimpah.
Tradisi
nyadran laut tawang adalah pesta laut atau sedekah laut yang melarung kepala,
kaki, dan ekor sapi, jajan pasar, serta kemenyan ke tengah laut. Pesta laut
Tawang yang berada di desa Gempolsewu, kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal ini
bertujuan untuk mengharap berkah dan meminta doa pada yang Maha Kuasa agar para
nelayan diberi keselamatan saat melaut.Selain itu juga bertujuan agar
masyarakat diberi rezeki yang melimpah. Dulunya tradisi ini bersifat syirik
karena kepercayaan masyarakat pada waktu itu adalah kepala, kaki, dan ekor
dilarung ketengah laut sebagai tumbal laut. Namun, dengan berjalannya waktu
masyarakat telah sadar dan tradisi nyadran pun bergeser menjadi bentuk ucapan
syukur pada Allah SWT dan untuk menghormati laut yang selama ini menjadi sumber
penghidupan masyarakat.
Sedekah
laut ini dilakukan satu tahun sekali pada bulan suro, dan merupakan kalender
tahunan masyarakat desa Gempolsewu. Tradisi laut tawang biasa digelar pada hari
jum’at kliwon di bulan suro. Keramain pesta laut sudah terlihat sejak H-7 atau
seminggu sebelum pelarungan, karena disana diadakan lomba-lomba, seperti lomba
balapan perahu, lomba menghias perahu, lomba sepak bola, voli, dll. H-3
diselenggarakan istighosah di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) tawang untuk memohon
doa pada Allah SWT agar tradisi nyadran berjalan dengan lancar. H-1 diadakan
karnaval, arak-arakan sapi yang akan dilarung esok harinya. Jadi, sebelum sapi
tersebut disembelih, warga mengaraknya keliling kampung, dari lapangan desa
Gembolsewu sampai di muara Sigentong. Malamnya, sekitar jam 01.00 dini hari,
sapi disembelih kemudian dimasak, kecuali kepala, kaki, dan ekor. Pada hari H
prosesi ritual mulai tampak saat puluhan perahu dimuara pantai Sigentong. Di
tempat itu, sesaji dan puluhan ambengan atau nasi tumpeng lengkap dengan
lalapan, serta lauk pauk yang dibawa warga maupun pemilik perahu diturunkan
dari perahu. Dengan dipimpin seorang pemuka agama, warga melakukan doa bersama.
Kemudian
makanan tersebut dimakan bersama-sama. Setelah prosesi doa bersama berakhir,
panitia pesta laut tawang membagikan daging sapi ke seluruh perahu, per perahu
mendapat satu bungkus. Setelah pembagian daging, dari muara pantai Sigentong
sesaji yang berupa kepala, kaki, dan ekor sapi serta aneka jajan pasar
diletakkan didalam perahu kertas sebuah perahu cotok berhiaskan bendera
warna-warni. Iring-iringan puluhan perahu nelayan yang penuh dengan penumpang,
membentuk ular-ularan saat perahu pengangkut sesaji diberangkatkan. Yang
terlibat dalam prosesi nyadran laut tawang tersebut adalah bupati/wakil bupati,
camat, kepala desa, dan panitia pesta laut. Jumlah perahu nelayan semakin
bertambah saat larung sesaji ke laut lepas diberangkatkan dari muara.
Perahu-perahu itu seolah berlomba mengitari perahu kertas isi sesaji yang
dilarung ke laut lepas. Sejumlah nelayan mengambil air laut, dan diguyurkan ke
perahu masing-masing. Prosesi ini bagi nelayan dianggap sebagai ngalap berkah
atau menacari berkah.
Demikian
artikel terkait “Sejarah Tradisi Nyadran
Laut Didesa Sendang Sekucing “, artikel ini merupakan rangkuman dari berbagai
sumber.
Komentar
Posting Komentar