PELESTARIAN BUDAYA JAWA ISLAM TENTANG TATAKRAMA DI KALANGAN REMAJA DI KECAMATAN CENGKARENG BARAT
PELESTARIAN
BUDAYA JAWA ISLAM TENTANG TATAKRAMA DI KALANGAN REMAJA DI KECAMATAN CENGKARENG
BARAT
RIZQI
FAUZAN ARDIANSYAH
JURUSAN
STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UIN
WALISONGO SEMARANG
ABSTARK
Tata krama adalah
istilah yang bersinonim dengan sopan santun, dan peradaban. Berasal dari bahasa
Jawa, Tata berarti aturan dan krama (kromo) berarti baik. Jadi Tata Krama
adalah tata aturan yang baik. Jadi tata krama adalah tata aturan yang baik yang
dilakukan oleh manusia sesuai dengan lingkungannya.
Tata krama suatu
bangsa pasti berbeda dengan bangsa yang lain karena tata krama berkaitan dengan
kebiasaan atau etiket yang muncul dari adanya pergaulan. Misalnya di sebuah
negara, mengangguk merupakan ‘tanda’ iya, sementara di tempat (negara) lain
gerakan mengangguk merupakan ‘tanda’ tidak.
Mengapa Tata Krama
Penting
Tata Krama adalah
aturan, maka menjadi penting bagi seseorang untuk mengikuti tata krama agar
dapat diterima oleh masyarakatnya. Misalnya tata krama makan, dalam budaya
Indonesia (Jawa dan Madura), makan harus memakai tangan kanan. Maka, jika ada
orang yang makan atau mengambil makanan menggunakan tangan kiri, orang tersebut
dianggap tidak sopan. Setelah dianggap tidak sopan, bisa jadi orang tersebut
dikucilkan.
Tata krama juga
sangat penting bagi diri pribadi seseorang. Orang yang memunyai tata krama yang
baik berarti mampu menyesuaikan dengan lingkungannya. Jika seseorang bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungannya berarti dia bisa membaca peluang.
Kemungkinan besar orang yang mampu menyesuaikan diri dan membaca peluang adalah
orang yang akan sukses di kemudian hari.
Kata kunci : Budaya Tatakrama
PEMBAHASAN
Indonesia adalah bangsa
yang besar, yang terkenal akan budayanya yang ramah kepada setiap pendatang. Negara
dimana asas saling menghormati dijunjung tinggi. Inilah negara dimana
orang-orangnya saling toleran dan senantiasa menjunjung tinggi kebersamaan.
Nilai-nilai budaya yang telah disepakati dan tertanam dalam masyarakat
atau organisasi yang mengakar menjadi kebiasaan dan kepercayaan serta menjadi
acuan perilaku. Dan menjadi suatu konsep yang hidup di alam pikiran masyarakat.
Seperti halnya, unggah-ungguh yang terdapat dalam masyarakat Jawa, misalnya saling
menghormati yang terwujud dari sikap kesharian. Seperti membungkukkan badan
bila lewat di hadapan orang lain, menjalin tali persaudaraan dengan siapapun
yang dapat di implementasikan dalam hal gotong royong, berbicara dengan santun,
saling tolong-menolong dan masih banyak lagi unggah-ungguh yang diperkenalkan
oleh leluhur dan menjadi nilai budaya. Hal tersebutlah yang dijadikan sebagai
suatu kebiasaan dalam masyarakat yang menjadi suatu nilai tata krama,
sebagaimana halnya unggah-ungguh yang di perkenalkan serta di ajarkan oleh para
sesepuh dalam kehidupan sehari-hari.
Tata krama dalam
masyarakat lebih menitikberatkan kepada norma-norma sopan santun dalam
bermasyarakat. Norma-norma itulah yang menjadi nilai tata krama dalam budaya
masyarakat yang beretika, bertata krama, bersopan santun. Dan pentingnya
bertata krama di era modern serta kemajuan jaman dan teknologi seperti saat ini
tidak hanya terbatas pada perorangan saja. Namun, bertata krama dalam
bermasyarakat, berumat, berkemanusiaan serta berbangsa dan bernegara.
Dalam tata krama budaya
yang telah di ajarkan para leluhur dahulu, untuk dapat menghormati seseorang
tidak perlu harus mengenal orang itu terlebih dahulu. Kita harus menghormati
seseorang yang kita kenal maupun tidak. Sopan santun sangat penting dalam
kehidupan kita, dan merupakan cara yang paling mudah untuk dapat diterima di
masyarakat dan lingkungan. Dan untuk dapat menghormati orang lain, maka kita
harus dapat menghormati diri sendiri terlebih dahulu, baru kita akan bisa lebih
memahami bagaimana cara menghormati orang lain. Misalkan, menyerobot antrian
saat diloket tiket, secara langsung akan banyak pihak yang dirugikan terutama
para pengantri yang mengantri dengan tertib.
Tata krama dalam masyarakat dapat menciptakan suatu kebaikan, keselarasan,
kedamaian, kebahagiaan dan keselamatan. Kehormatan suatu masyarakat di
antaranya tergantung pada tata krama yang berlaku dalam masyarakat itu. Karena
tata krama atau sopan-santun adalah hasil proses pengadaptasian seseorang dalam
bersosialisasi. Jadi tata krama dapat dipelajari. Oleh karena itu tata krama
seseorang sangat erat kaitannya dengan kebiasaan "sopan-santun" yang
diadaptasi dari lingkungan keluarga, lingkungan hidupnya dan tidak terlepas
dari kemampuan seseorang dalam menyerap nilai-nilai sopan-santun yang ada di
lingkungan sekitarnya.
Seseorang yang kurang peka dalam bermasyarakat, terlebih lagi bila menutup
diri, maka dia akan kehilangan kesempatan untuk mampu bertatakrama sesuai
dengan masyarakatnya, ia akan tercabut dari akar budayanya dan pada gilirannya
akan merasa asing di tengah masyarakat budayanya sendiri. Alangkah sepi dan
sunyinya manusia yang menyendiri di tengah keramaian manusia lainnya.
Peran tatakrama bagi masyarakat menjadi hal yang penting "perannya"
bagi terbentuknya harga diri manusia dan masyarakatnya. Dengan demikian
keterpeliharanya tatakrama pada akhirnya menjadi daya dorong dalam mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Nilai tata krama merupakan hasil dari pembelajaran manusia dalam
bermasyarakat dan bersumber dari nilai:
· Agama: sebagai
sumber pengetahuan tata krama yang berperan dalam membentuk karakter manusia.
· Nurani: sebagai
pembelajaran dalam diri manusia yang selalu dapat membedakan hal yang baik dan
tidak baik
· Keluarga: sebagai
pembentuk karakter keluarga untuk dapat bertata krama yang baik
· Adat Istiadat:
sebagai kontrol budaya dan penyesuaian diri atas norma yang berlaku di
masyarakat
· Kebiasaan: suatu
hal yang dilakukan berulang kali dapat menjadi nilai sumber tata krama
· Peradaban Bangsa: sebagai
sumber acuan peradaban bangsa yang masih dalam taraf berkembang
Dengan kita memahami nilai-nilai tata krama budaya dalam masyarakat,
dapat meminimalisir hal-hal negatif yang mungkin saja terjadi di lingkungan
bermasyarakat. Karena dengan kita bertata krama, maka masrakat yang ada di
lingkungan kita juga akan menjunjung tinggi nilai-nilai tata krama tersebut.
Selainitu, diharapakan pengetahuan tentang tata krama itu harus secara sadar
dilatih dan digunakan dalam hidup keseharian. Sebab kemampuan bertata krama
pada dasarnya adalah kebiasaan yang dipakai sehari-hari, hasil proses belajar
yang terus menerus. Selanjutnya, di sampaikan ke lingkungan sekeliling, mulai
dari keluarga sampai masyarakat sekitarnya.
Semoga nilai-nilai tata krama budaya dalam masyarakat akan semakin
tumbuh dan berkembang. Dan dapat menjadi filter hal-hal negatif di era modern
seperti saat ini.[1]
Tatakrama punya pengertian yang berkaitan
dengan aturan tentang sopan santun yang jelas dan terbatas ruang lingkupnya Tatakrama
mempunyai persamaan makna dengan etika yang
berarti adat kebiasaan yang pantas
dilakukan oleh seseorang.
Tatakrama mempunyai landasan nilai yang
bersumber pada norma masyarakat, budaya maupun agama yang dianut oleh suku atau
bangsa. Pada dasarnya, semua orang membutuhkan tatakrama, untuk menciptakan
hubungan yang harmonis antarpribadi maupun komunitas satu dengan lainnya. Dari
sejarah perkembangan ajaran tatak rama di Jawa, diketahui bahwa masa
pemerintahan Sultan Agung mulai diberlakukan stratifikasi dalam bahasa Jawa
yang dikenal dengan “krama inggil” (tata bicara yang bertaraf
tinggi/halus) “krama madya” (tata bicara yang bertaraf tengah) dan “krama
ngoko” (tata bicara bertaraf umum). Penggunaan stratifikasi bahasa pada
waktu itu, menurut Moedjanto tidak lepas dari politik kerajaan untuk memperkuat
kedudukan raja dan mempertahankan kemuliaannya. Adanya stratifikasi dalam penggunaan bahasa Jawa, dengan membedakan
penggunaan krama inggil khusus untuk
Raja dan bangsawan, menyebabkan munculnya
pendapat di kalangan generasi muda sekarang
bahwa budaya Jawa itu feodalistis.[2]
Penggunaan bahasa Jawa yang bertingkat sesuai
dengan struktur sosial dalam masyarakat Jawa seperti contoh diatas,dirasa
membingungkan sebagian generasi muda
pada masa sekarang. Karena ketika mau bicara,harus tahu dulu lawan
bicaranya siapa,dan status sosialnya
apa sehingga bisa dipilih bahasa yang tepat. Tanpa pengetahuan tentang lawan bicaranya,
sebagian generasi muda menjadi takut untuk bicara menggunakan bahasa
Jawa. Karena kalau salah dalam menempatkan kata yang seharusnya digunakan untuk
menghormati yang tua seperti contoh diatas, bisa menimbulkan kesan tidak
menghormati orang yang diajak bicara.
Akibatnya lawan bicara bisa tersinggung atau menilai yang diajak bicara tidak
tahu tata krama.
Seperti halnya di
kecamatan cengkareng barat sendiri tentu memliki gaya Bahasa yang berbeda
dengan Bahasa daerah lain. Budaya Jawa yang dikenal
adiluhung telah diterjang oleh zaman. Orang Jawa sebagai pendukungnya tidak
lagi peduli pada budaya warisan leluhurnya. Akibatnya banyak anak remaja khususnya cengkareng barat yang mulai kehilangan pengetahuannya tentang budaya lokal yaitu budaya
sendiri. Hal ini menyebabkan keberadaan budaya lokal semakin terancam dan
semakin jauh dari anak muda sebagai generasi penerus bangsa. Dalam perkembangan
terakhir dari generasi ke generasi, budaya Jawa mengalami erosi dalam arti
pendukung budaya Jawa semakin menipis pengetahuannya tentang budaya Jawa”.
Apabila hal ini tidak cepat disadari dan dicari jalan keluarnya maka budaya
Jawa hanya tinggal dikenang tetapi sudah tidak dikenal dan dilihat lagi
keberadaannya.
Dikalangan remaja
kecamatan cengakreng barat ini sudah hilangnya tatakrama atau sopan santun
terhada orang tua. Pada remaja kota mendapat pengaruh budaya asing dan
teknologi yang terkadang berlawanan dengan apa yang mereka dapatkan dari
Pembina mereka seperti (orang tua, guru, lingkungan dan lain-lain). Remaja
kecamatan cengkareng barat memiliki karakter yang berbeda dengan remaja desa
karena anak-anak muda di kota khususnya cengkareng barat adalah kelompok yang
memiliki akses yang terbuka ke sumber informasi. Mereka mengambil informasi
dimana saja, dari majalah, koran, televisi, internet, radio, bahkan sobekan poster
di pinggir jalan (swastika, 2003).
Dalam proses
sosialisasi di lingkungan keluarga peranan orang tua menjadi amat penting,
sebab memlalui anak-anak mereka nilai-nilai budaya dan gagasan utama menjadi
perwujudan kebudayaan masyarakat (Taryati, Dkk, 1995). Maka dari itu tatakrama
di kalangan remaja khususnya kecamatan cengkareng barat menghormati orang tua
merupakan awal pembelajaran tatakrama sehingga mendasari tatakrama terhadap
anggota keluarga yang lain atau terhadap masyarakat.
Perkembangan sosial remaja,
masa remaja merupakan masa yang paling banyak mengalami perubahan dalam segi
sosial. Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak
yaitu, pertama memisahkan diri dari orang tua. Kedua menuju kea rah teman-teman
sebaya. Kedua gerak tersebut erat kaitannya karena apabila gerak pertama tampa
adanya gerak kedua akan menyebabkan rasa kesepian. Kedua gerak ini merupakan
suatu reaksi terhadap status interim (posisi sebagian di berikan oleh orang tua
dan sebagian di peroleh dengan usaha sendiri) anak muda (monks, 1999).
Remaja banyak bergaul
dengan teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman sebaya sangat besar.
Pengaruh tersebut meliputi sikap, pembicaraan, minat, penampilan, sampai pada
perilaku. Pengaruh teman sebaya terhadap perilaku lebih besar dari pada
pengaruh yang di berikan keluarga (Hurlock, 1994).
Disisi lain, remaja
mudah di pengaruhi oleh lingkungan. Umumnya remaja lebih peka terhadap
reaksi-reaksi lingkungan yang ada di sekitarnya. Baik itu dari media massa,
televisi, film atau orang-orang di sekitarnya. ( herdiyani, 2004).
Dari uraian di atas
dapat di ketahui bahwa remaja dapat sangat di pengaruhi oleh teman sebayanya
dan disisi lain remaja juga di pengaruhi oleh lingkungannya. Maka dengan kata
lain remaja dalam menentukan sikapnya terhadap sesuatu dapat di pengaruhi oleh
lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui teman
sebayanya.
Manusia merupakan mahkluk individu dan
sosial. Sebagai mahkluk sosial, manusia perlu berinteraksi dengan manusia lain.
Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa untuk menyampaikan pikirannya.
Menurut Kridalaksana (2001), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer
yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Dengan demikian, bahasa
merupakan unsur terpenting dalam sebuah komunikasi.
FAKTOR PENYEBAB SEMAKIN MEMUDARNYA
BAHASA JAWA DI KALANGAN PEMUDA cengkareng barat
Globalisasi menuntut seseorang terutama kalangan pemuda untuk mampu
menggunakan bahasa yang global dan mendunia sehingga dapat berperan aktif
menuju modernisasi. Misalnya saja penggunaan bahasa Inggris di daerah kota
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat mempengaruhi kedudukan bahasa Jawa
yang rasanya semakin terabaikan.
Memudarnya bahasa Jawa di Jawa tentunya memiliki berbagai alasan yang
sangat nyata. Dapatdilihat dan dirasakan bahwa perkembangan
jaman dan perkembangan bahasa Jawa yang saat ini telah menurun
drastis.Banyak pemuda yang tidak bisa menggunakan bahasa Jawa dengan baik, dan
memilih menggunakan bahasa Indonesia. Namun ketidakbisaan ini bukan semata-mata
hanya kesalahan pemuda itu sendiri, tetapi banyak faktor yang menyebabkan hal
itu dapat terjadi. Keluarga termasuk faktor yang paling berpengaruh, karena
keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama kali dikenal oleh anak.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab pendangkalan bahasa Jawa di
kalangan pemuda. Menurut Ipung (2011), faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut.
1.Faktor pemuda itu sendiri
Pemuda maupun remaja cenderung merasa malu menggunakan bahasa Jawa dalam
percakapan sehari-hari dengan alasan bahasa Jawa merupakan bahasa yang sudah
ketinggalan jaman, tidak gaul, sulit, tidak tahu artinya dan juga
membingungkan. Sebenarnya perasaan malu ini dipengaruhi juga oleh per-gaulan
teman-teman yang juga malu menggunakan bahasa Jawa.
2.Faktor keluarga
Orang tua juga berperan dalam perkembangan bahasa Jawa. Orang tualah
yang akan melestarikan budaya ini ke anak-anaknya, sehingga anak-anak akan
menerapkannya saat berbicara terutama kepada orang yang lebih tua. Namun
sebaliknya, orang tua malah mendidik anaknya dengan menggunakan bahasa
Indonesia bahkan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari.Tidak jarang orang
tua menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan anaknya tetapi
tetap menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Jika
semua orang tua melakukan hal seperti itu, maka dengan waktu yang singkat
budaya bahasa Jawa di Jawa akan memudar, musnah dan tenggelam. Tidak ada lagi
generasi yang dapat meneruskan bahasa Jawa ini, karena generasi muda tentu akan
menjadi orang tua dan jika mereka kurang mengetahui bahasa Jawa tidak mungkin
dapat mengajari generasi berikutnya dengan baik pula.
3.Faktor sekolah
Alokasi jumlah jam matapelajaran bahasa Jawa baik di SD, SLTP dan SMA
hanya dua jam. Padahal materi muatan bahasa Jawa sama seperti muatan
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bahkan saat ini ada beberapa
sekolah yang tidak mengajarkan pendidikan bahasa Jawa di sekolahnya. Hal
ini semakin diperkuat dengan banyaknya sekolah terutama sekolah swasta yang
khawatir pembelajaran bahasa Jawa dapat membuat siswa terbebani. Program Hari
Berbahasa Jawa yang digagas Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya
direspons kalangan sekolah swasta. Mereka berkeberatan apabila penggunaan
bahasa lokal itu justru menghambat proses komunikasi kegiatan belajar mengajar.
Muncul kekhawatiran, pencanangan hari berbahasa Jawa bisa membuat siswa semakin
terbebani program (Jawa Pos, 2008).
4.Faktor Pemerintah
Pemerintah daerah tidak begitu memperhatikan kegiatan yang mengarah pada
pelestarian bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah tidak mendirikan
lembaga/kursus bahasa Jawa, kurangnya pengangkatan guru pendidikan bahasa Jawa
juga dapat menyebabkan pendangkalan bahasa Jawa.
Kesadaran masyarakat sendiri akan budayanya sangat kurang.
Masyarakat cenderung lebih mencoba mengikuti kebudayaan baru
yang lebih ngetrend agar tidak dibilang kuno maupun primitif.
Pelahan lahan budaya berbahasa Jawa ditinggalkan. Jika hal ini terjadi terus
menerus maka tidak dapat dipungkiri lagi bahasa Jawa akan hilang di pulau Jawa
sendiri.[3]
5. Faktor
teman atau pergaulan juga dapat memberi pengaruh terhadap nilai kesopanan.
Seperti pepatah, apabila kita berkawan dengan penjual minyak wangi akan terkena
wangi, dan apabila kita berkawan dengan seorang pandai besi, kita bisa terkena
percikan api atau minimal kita akan mendapatkan bau asapnya yang tidak sedap.
Ketika berkumpul dengan teman-teman tak jarang akan keluar kata-kata kasar dari
teman-teman kita, dan itu yang akan melekat pada diri kita. Mungkin kata-kata
yang dilontarkan tersebut maknanya sebagai lelucon atau bercanda dengan teman.
Namun kerap kali hal ini menjadi kebiasaan yang tertanam, sehingga pada
akhirnya hal tersebut menjadi lifestyle bagi remaja. Bahkan
tidak hanya dari ucapan saja, cara berpakaian yang kerap digunakan remaja saat
ini juga turut mempengaruhi nilai kesopanan. Penggunaan pakaian yang cenderung
terbuka dan memperlihatkan bagian private saat ini seolah
menjadi tren baru di kalangan remaja, sehingga semakin banyak remaja lain yang
meniru cara berpakaian tersebut.
6. Faktor
media massa juga dapat salah satu faktor memudarnya nilai kesopanan pada remaja.
Saat ini banyak sekali tayangan sinetron yang kurang mendidik, mulai dari
adegan berkelahi, balap-balapan, pacaran, cara berpakaian, dan juga cara bicara
masing-masing tokoh. Belum lagi dengan adanya media sosial dunia maya yang
memberikan pandangan baru kepada remaja mengenai gaya hidup remaja secara
global yang pada akhirnya kerap dicontoh oleh remaja di Indonesia. Seperti
bermewah-mewahan, menginap di hotel dengan lawan jenis, pergi ke club malam dan
hal lainnya yang secara tidak sadar dicontoh dan diikuti oleh remaja di
Indonesia. Hal ini membuat beberapa kalangan masyarakat kurang menyetujui
dengan kondisi remaja saat ini. Namun bila ada yang menasihati atau memberi
saran kepada remaja, mereka cenderung menghiraukannya karena menganggap apa
yang dilakukannya adalah hak dan kebebasan masing-masing individu. Hal
ini secara tidak langsung mulai memudarkan kepedulian sosial antar satu sama
lain di lingkungan masyarakat. Sehingga bila terlihat ada perilaku remaja yang
kurang sopan dan kurang patut, masyarakat cenderung pasif dan tidak
menghiraukan perilaku remaja tersebut. Hal ini perlahan akan menjadi kebiasaan
yang secara tidak langsung turut mempengaruhi pudarnya nilai-nilai kesopanan di
lingkungan remaja.
Pada
dasarnya sikap sopan santun perlu dilakukan terhadap siapapun, dimanapun, dan
dalam kondisi apapun. Tidak hanya terhadap orangtua, anggota keluarga, terhadap
guru, hanya dirumah, di sekolah atau hanya dengan orang-orang yang dikenal kita
bersikap sopan santun, namun juga di lingkungan sosial. Ketika kita
bermasyarakat dan berbaur di lingkungan sosial kita perlu menyesuaikan diri dan
beradaptasi dengan nilai-nilai yang melekat di lingkungan tersebut. Selama kita
berada di Indonesia maka kita perlu menyesuaikan diri dengan bersikap santun
sesuai dengan apa yang menjadi nilai-nilai bermasyarakat di Indonesia.
Dengan mengikuti budaya timur, sudah sepatutnya kita menjaga nilai kesopanan
dengan aturan dan batasan yang sudah melekat dalam lingkungan sosial masyarakat
Indonesia. Kondisi yang telah dijabarkan sebelumnya jangan sampai membuat kita
menjadi pasif dan tidak peduli dengan perkembangan remaja saat ini. Diperlukan
sikap proaktif untuk mengawasi dan memberikan contoh yang baik kepada remaja
untuk mempertahankan dan memelihara nilai kebudayaan kita yang telah dipegang
teguh selama ini.
Hal
sederhana yang dapat dilakukan orangtua untuk membantu remaja memelihara nilai
kesopanan diantaranya memberi contoh secara langsung melalui perilaku. Misalnya
disaat kita memerlukan bantuan anak, ucapkanlah kata “tolong” dan sudahi dengan
mengucapkan “terima kasih” meskipun kepada anak yang usia dan statusnya jauh
dibawah kita. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai sehingga ia akan
belajar bagaimana caranya menghargai orang lain. Bila kita ingin anak remaja bersikap
sopan dan menghargai pendapat orang lain, maka dengarkanlah ketika mereka
memberikan pendapatnya. Hargai secara positif argumen dan pendapat mereka,
meskipun ada hal yang masih belum tepat. Anak akan belajar bahwa apapun
pendapat orang lain meskipun bertentangan dengan pandangan kita, sangat penting
untuk tetap menghargai dan bersikap sopan terhadap orang lain. Hal ini akan
menjadi kesempatan bagi anak remaja untuk dapat belajar secara langsung dalam
menghargai pendapat saudara, teman, serta orang lain yang mungkin akan
ditemuinya di masa mendatang. Bila kita ingin anak remaja kita berpakaian yang
sopan, maka berilah contoh bagaimana cara berpakaian sopan yang dimaksud.
Berikan pemahaman mengapa kita harus bersikap dan berperilaku demikian,
sehingga anak dapat memahami alasan mengapa kita harus menjaga nilai-nilai
kesopanan. Berikan pemahaman bahwa bersikap sopan dan santun haruslah dilakukan
terhadap siapa saja tanpa memandang apakah usianya lebih tua atau lebih muda,
status apakah lebih tinggi atau rendah, dimanapun kita berada dan dalam situasi
apapun. Berikanlah kesempatan bagi anak untuk mempelajari nilai-nilai kesopanan
yang bermanfaat dalam membantu anak untuk bermasyarakat di lingkungan sosial.
Mulailah dari diri kita sendiri dengan memberi contoh konkrit yang baik sebagai
sarana belajar bagi anak untuk bersikap sesuai dengan apa yang diharapkan.[4]
Tatakrama adalah
sebuah ilmu Bahasa yang menengkankan sebuah seni komunikasi dengan
memperhatikan beberapa aspek penting seperti penghormatan, rasa penghargaan,
stara sosial. Dimana penenekanan dalam kata tatakrama adalah untuk memelihara
rasa saling menghormati, menghargai dan memulyakan di antara manusia[5].
Cara Mengatasi Memudarnya Tatakrama
Untuk
mengatasi memudarnya tatakrama, maka kita harus tau dasar tata krama itu
seperti apa, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya. Tentu ada
banyak tata krama yang harus diajarkan pada anak. Menurut Dr. Dave M.D., dan
Dr. Dee Ph.D . Ada 10 dasar tata karma yang sebaiknya orangtua tanamkan pada
anak sejak dini adalah:
1. Menunggu giliran bicara dan tidak memotong
pembicaraan orang lain. Dengarkan dengan penuh perhatian saat si kecil bicara
dan jangan memotong pembicaraannya. Ajarkan anak untuk bertanya setelah orang
lain selesai berbicara.
2. Memanggil dengan nama yang baik. Memanggil
nama bukan sebenarnya, misalnya ‘si pemalu’, ‘si kerempeng’, dan ‘si hitam’,
meski hanya untuk bercanda, bisa menggangu dan menyakiti perasaaan orang lain.
3. Menyapa tamu yang berkunjung ke rumah.
Ajarkan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga Anda tentang
bagaimana menyambut tamu, apakah dengan mengucapkan salam disertai mencium
tangan, atau hanya sekedar mengucapkan salam saja pada tamu yang berkunjung ke
rumah.
4. Mengucapkan 4 KATA HORMAT: ‘Silahkan’,
‘Tolong’, ‘Maaf’, dan ‘Terima kasih’ sebagai bentuk penghormatan dan
penghargaan pada orang lain. ‘Silahkan’ diucapkan untuk memberi kesempatan pada
orang lain dengan sopan, sedangkan kata ‘Tolong’ diucapkan saat kita
membutuhkan pertolongan orang lain. ‘Terimakasih’ diucapkan saat kita menerima
bentuk apapun bantuan dari oarng lain. Selanjutnya, jika orang lain
berterimakasih pada kita, biasakan mengucap ‘Terima kasih kembali’. Sementara kata
‘Maaf’ diucapkan saat melakukan kesalahan pada orang lain.
5. Bertanggung jawab untuk selalu bersih. Di
manapun kita berada, di rumah sendiri, di rumah orang lain, atau dimanapun,
harus selalu bertanggung jawab membersihkan semua barang yang dipakai setelah
aktivitas. Memulainya dalam keadaan bersih, maka setelah selesai pun harus
bersih.
6. Sportif. Dalam permainan menang kalah pasti
ada, seperti halnya ketika bermain bola, kartu, suit-suitan. Ajari anak untuk
tetap bersikap rendah hati dan tidak pamer saat menang, dan tidak marah atau
ngambek saat kalah.
7. Menanggapi pendapat orang dengan besar
hati. Jika seseorang memuji, ajarkan anak untuk mengucapkan terimakasih dan
tidak besar kepala. Demikian juga sebaliknya, kritikan dari orang lain tidak
ditanggapi dengan penuh kesedihan tapi dengan besar hati.
8. Membukakan pintu untuk orang lain. Bantuan
kecil seperti itu mempunyai arti yang mendalam bagi orang lain, terutama bagi
orang-orang yang sudah lanjut usia dan orang sakit. Ajarkan juga pada anak
untuk mengucap terimakasih jika ada orang lain yang melakukan hal tersebut pada
kita.
9. Etika keluar-masuk. Sebelum memasuki
ruangan, gedung, atau lift, ajarkan anak untuk membiarkan orang-orang dalam
ruangan untuk keluar terlebih dahulu. Baru kemudian kita masuk.
10. Menghargai perbedaan. Tunjukkan pada anak
bahwa di luar keluarga kita terdapat bermacam-macam perbedaan seperti KESUKAAN,
hobi dan lain sebagainya. Ajarkan anak untuk menghargai berbagai perbedaan
tersebut.
Pelajaran
tata karma adalah pelajaran seumur hidup, karena tata karma adalah satu hal
yang selalu harus kita miliki dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada kata sulit
kalau kita mau berusaha.[6]
Kesimpulan
Dari uraiam di atas dapat disimpulkan bahwa
tatakrama adalah kebiasaan sopan santun yang di sepakati dalam lingkungan
pergaulan antar manusia setempat khususnya kalangan remaja cengkareng barat.
Tentang memudarnya tatakrama itu merupakan dampak dari tidak adanya sopan
santun dan tatakrama dalam kehidupan , maka dari itu kita harus selalu
mempunyai rasa saling menghormati dan menghargai untuk menimbulkan rasa
bersopan santun Dan tatakrama antar sesama serta menjalankan dan mengajarkan
dasar tatakrama sejak dini agar penerus bangsa kita selanjutnya mempunyai
etika, dan sopan santun dan tatakrama.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Prof Dr. Sri Suhandjati, islam
dab budaya jawa revitalisasi kearifan local.Semarang : CV. Karya Abadi
Jaya,2015
[1]kompasiana.com/isyaokta/54f7563ca3331184358b45e6/penggunaan-bahasa-jawa-untuk-melestarikan-warisan-budaya-indonesia-dalam-lingkup-pemuda-jawa#
[1]
http://www.klikpsikolog.com/pudarnya-nilai-kesopanan-di-kalangan-remaja/
[1]
http://dablyuen.blogspot.com/2014/06/makalah-ips-memudarnya-tatakrama-dan.html
[1] https://www.kompasiana.com/prabubatharakresno/593cd57d3693731738efbc18/tata-krama-budaya-dalam-masyarakat
[2] Prof Dr. Sri Suhandjati, islam dab
budaya jawa revitalisasi kearifan local.Semarang : CV. Karya Abadi Jaya,2015
[3]kompasiana.com/isyaokta/54f7563ca3331184358b45e6/penggunaan-bahasa-jawa-untuk-melestarikan-warisan-budaya-indonesia-dalam-lingkup-pemuda-jawa#
Komentar
Posting Komentar