KEBUDAYAAN JAWA MITONI YANG DIPERCAYAI MASYARAKAT DESA KUBANGWUNGU KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES

Nama                    : jiddan zulfa maulana

Fakultas/jurusan : ushuludin dan humanitarian/studi agama agama

Kelas                     : SAA B2

Email                     : Jiddanzulfa1802@gmail.com

 

 

KEBUDAYAAN JAWA MITONI YANG DIPERCAYAI MASYARAKAT DESA KUBANGWUNGU KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES

 

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan karakteristik tradisi mitoni yang terdapat di Jawa Tengah sebagai salah satu jenis sastra lisan. Karakteristik dalam tradisi mitoni yang ada di Jawa Tengah tersebut dapat diuraikan dan dianalisis dengan teori sastra lisan Ruth Finnegan yang berkaitan dengan komponen dalam sebuah pertunjukan sastra lisan. Kajian ini diharapkan dapat membuat karakterisasi budaya dan mengangkat kembali tradisi mitoni yang selama ini mungkin semakin terasingkan oleh masyarakatnya sendiri sebagai salah satu dampak dari globalisasi dan modernisasi. Hal yang dikaji dalam penelitian ini adalah komponen-komponen dalam tradisi mitoni berupa: penutur, properti, partisipan, dan bacaan atau doa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif sintesis.

Kata kunci: karakteristik mitoni, tradisi mitoni di Jawa Tengah, komponen sastra lisan

 

 

I. Pendahuluan

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, memiliki banyak suku, ras, budaya serta kepercayaan. Hal-hal tersebut saling mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat seperti halnya sifat tradisi Indonesia penuh diliputi oleh mitos dan upacara yang mempengaruhi dalam ajaran agama yang dipeluk oleh masyarakat.

Seperti halnya suku-suku lain di Indonesia, suku Jawa memiliki budaya yang khas serta masih terikat dan patuh kepada suatu tradisi atau adat yang diwariskan leluhurnya.[1]Masyarakat Jawa memiliki ragam adat istiadat yang masih dilestarikan hingga kini. Adat istiadat tersebut masih sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.[2] Berbagai upacara adat yang memiliki makna bermacam-macam, sebahagiannya diisi dengan selamatan. Masyarakat Jawa mengenal berbagai jenis selamatan, antara lain mitoni, babaran, sepasaran, selapanan, turun tanah, sunatan,perkawinan, dan kematian.[3] Saya disini akan menjelaskan tradisi mitoni yang dipercayai masyarakat Desa Kubangwungu Kabupaten Brebes

            Dibeberapa wilayah di Indonesia, proses kehamilan mendapat perhatian tersendiri bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat Jawa. Berbagai harapan muncul terhadap bayi yang ada dalam kandungan, yang nantinya diharapkan mampu menjadi generasi yang berguna bagi keluarga, bangsa, negara serta agamanya.Di samping itu, memiliki anak juga merupakan karunia yang dipercayakan Allah swt. kepada hamba-Nya karena dengan lahirnya seorang anak maka sepasang suami istri akan merasa mendapatkan kesempurnaan hidup. Dengan demikian bagi masyarakat Jawa selamatan kehamilan merupakan hal penting sebagai wujud memohon keselamatan pada Maha Pencipta.[4]

             Seperti halnya di daerah Kabupaten Brebes, yang masih mempercayai dan melaksanakan upacara tebus weteng. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai tebus weteng atau kebuk atau biasa dikenal dengan mitoni.Tebus weteng atau kebuk atau biasa dikenal dengan mitoni adalah upacara yang merupakan permohonan doa kepada Allah SWT untuk jabang bayi yang ada dalam perut ibu karena saat itu telah di tentukan nasib jabang bayi di kemudian hari oleh Allah SWT.[1]

             Pada upacara selametan  kehamilan, ada simbol simbol yang terdapat dalam upacara mitoni, seperti ibu yang hamil  dimandikan dengan  berganti kain sampai 7 kali. Nama-nama kain batik yang digunakan selama siraman, mengandung  harapan agar anak kelak menjadi orang mulya, seperti kain batik corak  Sido Luhur (menjadi  orang yang dimulyakan), Sidomukti (menjadi orang terhormat), Sidomulya (menjadi orang yang bermartabat) dan Sidoasih (menjadi orang yang disayang/disukai). Dalam upacara siraman 7 bulanan itu juga ada lukisan Kamajaya dan Ratih, yang diukirkan pada  kelapa gading yang muda (warna kulitnya kuning). Hal ini memuat harapan, agar anak  yang ada dalam kandungan, kalau laki laki kelak berparas  tampan  seperti dewa  Kamajaya. Sedangkan kalau perempuan  berparas cantik seperti Dewi Ratih.[5]

               Apabila tidak dilakukan dikhawatirkan akan membawa petaka bagi calon ibu dan jabang bayi, karena tujuan dari upacara tebus weteng ini adalah untuk menghindari petaka. Apalagi upacara ini sudah dilangsungkan oleh masyarakat suku Jawa secara turun menurun tentunya apabila tidak dilakukan sama saja dengan tidak mengakui budaya sendiri, dan tidak menghayati kepercayaan kepercayaan leluhur. Hal ini akan berdampak buruk bagi mereka yang mengabaikannya.

II. Pembahasan

          Dalam upacara mitoni atau masyarakat Brebes menyebutnya dengan upacara tebus weteng, di atas ambeng di tancapkan rangkaian daun pisang yang berbentuk lingkaran dan dihiasi bunga melati sementara tengahnya yang di tempeli kertas di beri gambar wayang janaka (atau wayang laki-laki) dan wayang srikandi (atau wayang perempuan). Tujuannya agar doa yang di panjatkan sampai ditujukan untuk jabang bayi dalam kandungan agar berwajah cantik atau tampan.

              Ambeng adalah sajian bebarapa makanan untuk keperluan upacara syukuran dalam masyarakat, yaitu sejumlah makanan berupa nasi putih atau nasi kuning yang di tata bersama lauk pauk seperti telur asin makanan khas daerah Brebes, ikan bandeng yang di acar atau daging, ikan asin, tahu, tempe, sayur-sayuran, dan yang paling khas adalah kluban.

             Kluban adalah makanan tradisional yang lazim disediakan dalam upacara syukuran di masyarakat brebes yang merupakan masyarakat agraris. Terbuat dari sayur-sayuran yang justru sering tumbuh secara liar di sekitar lingkungan kami seperti kangkung, daun turi, tronggong (bunga turi), semanggen (semanggi) kadang di campur pare yang diiris tipis-tipis. Sayuran tersebut di masak hingga matang sementara parutan kelapa yang sudah diambil santannya dimasak dengan sedikit air, garam, dan cabe untuk memberi rasa pedas. Disajikan dalam pincukan daun pisang dan diberi timun dan beberapa potong kacang panjang mentah.

             Tidak kalah unik adalah dibuatnya rujak yang menjadi kekhasan upacara tebus weteng. Di buat dari beberapa macam buah. Antara lain mangga muda, delima, jambu air, dan nanas. Semua bahan di potong kecil-kecil dan di campur. Tak kalah unik adalah kedua orang tua jabang bayi harus membeli masing-masing semangkok rujak dengan harga yang semahal-mahalnya pada yang membuat rujak itu. Rujak termahal yang kami beli dan tujuannya lebih unik yaitu biar jabang bayi nanti kalau besar bisa laku mahal. Selain itu, jika rujak yang dibuat  rasanya pedas maka jabang bayi akan lahir laki-laki. Jika rujak yang dibuat rasanya biasa saja maka jabang bayi akan lahir perempuan.

             Segala ubo rampe upacara 7 bulan di siapkan. Tetangga banyak datang   membantu menyediakan segala keperluan upacara berupa bahan makanan untuk syukuran dan berkat yang akan di bagikan bagi mereka yang akan datang mendoakan keselamatan dan keberkahan yang di tujukan kepada jabang bayi yang ada dalam perut sang ibu. Mereka juga membantu untuk memasak dan membuat suatu keperluan upacara yang berisi beberapa makanan khas yang di sediakan dalam ambeng.

            Mitoni merupakan salah satu selamatan kehamilan yang ada dalam tradisi Jawa yang dilaksanakan pada kehamilan pertama ketika kandungan berusia tujuh bulan yang bertujuan untuk menuangkan rasa syukur dan

meminta keselamatan kepada Allah swt. Mitoni yang dilaksanakan di Desa Kubangwungu Kabupaten Brebes telah dikemas menjadi sebuah tradisi yang Islami dengan memasukkan unsur-unsur Islam yang berupa pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dan menghilangkan berbagai prosesi ritualnya. Tokoh NU memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang baik karna didalamnya mengandung makna kebaikan pula untuk ibu dan juga anak yang akan lahir nantinya. Sedangkan tokoh Muhammadiyah memandangnya sebagai bid’ah dan haram. Bid’ah dalam pandangan Muhammadiyah sendiri semuanya sesat.

            Mitoni berasal dari kata tingkebdalam bahasa Jawa yang artinya tutup atau sudah genap,[6]maksudnya agar si ibu yang sedang mengandung tidak bekerja berat lagi karena bayi yang dikandungnya sudah semakin besar, hal ini untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.[7]Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tingkebdiartikan sebagai upacara selamatan tujuh bulan untuk wanita yang sedang hamil.[8]Tingkeban disebut juga dengan mitoni. Mitoni berasal dari kata pitu dalam bahasa Jawa yang artinya tujuh[9] karena tradisi ini dilaksanakan pada saat kehamilan berusia tujuh bulan.Ketika kehamilan memasuki usia tujuh bulan, masyarakat suku Jawa menyebutnya ‚wes mbobot‛ (sudah berbobot atau sudah berkualitas). Karena pada usia itu, bentuk bayi dalam kandungan sudah sempurna atau sudah waktunya, dengan kata lain sudah dianggap wajar jika bayi lahir.[10]

           Mitoni merupakan tradisi yang diselenggarakan pada saat kandungan seorang ibu menginjak usia tujuh bulan dan pada kehamilan pertama. Pada usia ini, umumnya janin yang ada di dalam kandungan sudah hampir sempurna. Rasa antusias sekaligus cemas dirasakan calon orangtua menjelang hari persalinan tiba. Untuk itulah, tradisi mitonidiadakan dengan tujuan menghanturkan doa dan harapan demikeselamatan dan kebaikan sang ibu dan calon bayi.Acara mitoni ini hanya dilaksanakan ketika seorang wanita mengandung anak pertama. Artinya untuk kandungan anak-anak berikutnya tidak lagi dilaksanakan tingkeban. Tradisi tingkeban ini biasanya dilaksanakan di rumah yang memiliki hajat dan dihadiri oleh anggota keluarga, tetanggadekat dan termasuk juga kenalanyang tinggal tidak jauh.[11]

[2]

 

A. Tata cara pelaksanaan mitoni didesa kubangwungu Kabupaten brebes

           Upacara mitoni dilaksanakan dengan beberapa ritual yang perlu dilakukan secara berurutan. Sebagai berikut:

1. Diadakan pada tanggal ganjil

        yaitu pada tanggal 3,5,7,9,11,13,15.Namun tidak boleh melewati tanggal 15

2. Dilakukan malam hari

        Acara syukuran biasanya dilakukan ba’da Isya, satu persatu undangan datang,  dan acara segera mulai.

3. Dipimpin oleh lebai

        Upacara ini di pimpin oleh salah satu alim ulama di desa tersebut, dan pemimpin  doa oleh bapak Lebai.

4. Ceramah dari ulama

          Ulama akan memberikan sedikit penjelasan untuk  apa perlunya digelar upacara 7 bulanan. Yaitu permohonan agar nasib yang di tentukan pada jabang bayi saat itu mandapatkan segala kebaikan. Di jelaskan pada usia 4 bulan telah ditiupkan roh dalam diri jabang bayi dan usia 7 bulan di tentukan nasib jabang bayi dikemudian hari. Pada saat di tentukan nasib kemudian hari jabang bayi ada baiknya di panjatkan doa agar dikaruniai nasib baik selama di dunia dan akherat.

5. Prosesi pemandian

  Prosesi pemandian biasanya dilakukan di suatu tempat yang sudah disediakan atau cukup di kamar mandi saja. Ibu jabang bayi dimandikan dalam posisi duduk. Ibu jabang bayi dimandikan dengan air yang sudah diberi doa oleh alim ulama atau tetua desa. Saat memandikan, dukun bayi membacakan mantra.

6. Sungkeman

Sungkeman yakni prosesi meminta maaf dan meminta restu untuk keselamatan dan kelancaran persalinan dengan cara mencium tangan sambil berlutut.49 Calon ibu dan ayah melakukan sungkeman kepada kedua orangtua dari pihak pria dan kedua orangtua dari pihak wanita.

7. Siraman

Siraman ini bertujuan untuk menyucikan secara lahir dan batin sang ibu dan calon bayi. Dengan balutan kain batik, sang ibu akan duduk dan dimandikan dengan sekar setaman. Sekar setaman yaitu air suci yang diambil dari 7 mata air (sumur pitu) dan telah ditaburi dengan aneka bunga seperti kantil, mawar, kenanga, dan daun pandan wangi.

8. Brojolan Telur Ayam Kampung

         Brojolan telur ayam kampung maksudnya adalah memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami melalui perut sampai menggelinding ke bawah dan pecah. Hal ini sebagai simbol pengharapan agar bayi lahir dengan lancar tanpa adanya halangan.[12]

9. Menutuskan lilitan janur kuning

Kain batik yang dikenakan oleh calon ibu dilingkarkan janur kuning dan diputus oleh calon ayah. Hal ini mengandung makna untukmemutuskan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi sehingga kelahiran berjalan dengan lancar.[13]

[3]

 

10. Slametan dan tahlilan

Selametan adalah sebuah tradisi ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. ... Selametan adalah suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga . Secara tradisional acara syukuran dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar, melingkari nasi    tumpeng dengan lauk pauk.

 11. Pemotongan tumpeng

Upacara potong tumpeng ini melambangkan rasa syukur kepada Tuhan dan sekaligus ungkapan atau ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan.

 

B. Fungsi tradisi mitoni

 Fungsi tradisi mitoni tersebut antara lain:

1. Mendoakan jabang bayi

       Bagi pasangan suami istri yang hampir tiba waktunya untuk melahirkan si buah hati, pasti berkeinginan untuk mendo’akan si bayi agar kelak menjadi seseorang seperti yang orang tua harapkan. Dalam Islam sendiri, terdapat beberapa sunah yang baik untuk dilakukan ketika si buah hati baru lahir.

2. Sebagai tolak bala

        Tak ada orang yang menginginkan musibah datang menimpa dirinya. Sayangnya musibah bisa datang kapan dan dimana saja tanpa terduga.Hal tersebut tentu atas kehendak Allah SWT. Meski kita tak bisa menolak apapun yang telah ditetapkan oleh Allah, sebagai umat muslim kita dianjurkan untuk berdoa dan memohon keselamatan dari segala musibah.Salah satu caranya ialah dengan melantunkan doa tolak bala

 

 

3. Ajang silaturahim masyarakat sekitar

Upacara mitoni merupakan salah satu ajang untuk mempererat tali silaturahmi masyarakat di desa kubangwungu. Pola perilaku dan relasi dalam kehidupan masyarakat desa seperti ini seringkali disebut dengan istilah tradisi atau adat istiadat.

4. Memperkuat ukhuwan islamiah

Upacara mitoni juga sebagai alat untuk memperkuat ukhuwah islamiah antara masyarakat desa kubangwungu.

5. Melestarikan tradisi nenek moyang

Upacara mitoni adalah warisan budaya tradisi nenek moyang kita yang harus kita lestarikan

6. Mengandung sistem proyeksi

Upacara mitoni kental dengan budaya jawa dan islam

7. Untuk pengesahan kebudayaan

Upacara mitoni juga sebagai warisan budaya dan disahkan

  Tradisi mitoni di desa kubangwungu menggunakan berkat sebagai properti dan semua partisipan mendapatkan berkat setelah tradisi mitoni ini berlangsung. Berkat itu sendiri adalah makanan yang diberikan oleh tuan rumah kepada para hadirin. Berkat ini sendiri memiliki makna berkah, artinya tuan rumah dan para hadirin diharapkan mendapatkan barokah dari acara mitoni tersebut. Berkat itu sendiri terdiri atas nasi,bubur procot, bubur cadil,rujak, kembang boreh, es dawet, kluban. Makna dari makanan yang terdapat di dalam berkat adalah sebagai berikut.

 

1. Nasi

Nasi sebagai simbol sedekah sekaligus doa agar si anak kelak lahir dengan keadaan selamat. Dasarnya adalah hadis yang berbunyi assadaqatu daf ‘ul bala Nasi juga menjadi simbol dan cermin bahwa masyarakat daerah brebes adalah masyarakat agraris.

2. Bubur person

Bubur procot, sebagai simbol merocot yang artinya lahir dengan lancar tanpa perlu operasi caesar, atau dalam keadaan normal.

3. Bubur cadil

        Semua bahan yang untuk membuat bubur candil merupakan sumber energi yang tinggi. Semua itu sangat dibutuhkan wanita yang sedang hamil. Dengan mengkonsumsi bubur candil ini, yang sedang hamil tercukupi asupan makanan sumber energi untuk persiapan melahirkan.

4. Rujak

         Berbicara soal rujak, makanan ini memang sangat identik dengan ibu hamil. Menurut penelitian, selama periode trimester pertama, ibu hamil cenderung mengalami masa-masa “ngidam” makanan tertentu. Terutama makanan yang memiliki cita rasa manis, asam, dan asin seperti rujak. Keinginan untuk menyantap makanan manis bisa jadi dikarenakan kadar gula di dalam tubuh menurun.

5. Kembang boreh

          Kembang boreh sebagai simbol agar si jabang bayi kelak namanya akan harum dan dapat mengharumkan nama orang tua sekaligus sebagai penolak bala terhadap gangguan jin dan setan.

6. Es dawet

          Es dawet berfungsi sebagai minuman khas orang jawa untuk melestarikan tradisi daerah tersebut.

7. Kluban

           Kluban adalah kuliner tradisional yang kerap disajikan saat upacara adat, lebaran maupun pesta rakyat.

 

 

 

 

 

 

 

 

III. Penutup

KESIMPULAN

Tebus weteng atau kebuk atau biasa dikenal dengan mitoni adalah upacara yang merupakan permohonan doa kepada Allah SWT untuk jabang bayi yang ada dalam perut ibu karena saat itu telah di tentukan nasib jabang bayi di kemudian hari oleh Allah SWT. Dan agar selalu diberi keselamatan bagi jabang bayi dan ibunya. Dalam acara ini disediakan berbagai makanan dan jajanan khas daerah Brebes. Acara tebus weteng dilaksanakan saat bayi dalam kandungan berumur 7 bulan.

            Mitoni atau Tebus weteng adalah suatu adat Jawa yang dijalankan secara turun menurun. iraman dari kata siram artinya mandi.Tebus weteng mempunyai tujuan untuk mensucikan lahir batin tidak hanya bagi calon ibu tetapi juga bayi dalam kandungan,selain itu mitoni dilangsungkan agar bayi dalam kandungan lahir dengan sehat.

            Upacara mitoni atau  tebus weteng merupakan upacara yang baik dilaksanakan dan juga patut dilestarikan. Selain itu dengan adanya doa-doa yang dipanjatkan maka akan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Adanya upacara ini memanggil seluruh warga adalah supaya tali silaturahmi antar warga tetap terjaga dengan baik.

             Adanya bermacam sayur-sayuran yang dibuat dalam kluban berlambang kesederhanaan dan rasa persatuan dan gotong royong yang masih kental dalam masyarakat desa  yang sebagian besar berprofesi sebagai petani. Banyak macam sayuran dan jajanan yang disajikan melambangkan beragam kebiasaan masyarakat yang tetap bergotong royong.

              Apabila tidak dilakukan dikhawatirkan akan membawa petaka bagi calon ibu dan jabang bayi, karena tujuan dari upacara tebus weteng ini adalah untuk menghindari petaka. Apalagi upacara ini sudah dilangsungkan oleh masyarakat suku Jawa secara turun menurun tentunya apabila tidak dilakukan sama saja dengan tidak mengakui budaya sendiri, dan tidak menghayati kepercayaan kepercayaan leluhur. Hal ini akan berdampak buruk bagi mereka yang mengabaikannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar pustaka

Amin,Masyhur. 1996.NU & Ijtihad Politik Kenegarannya. Yogyakarta:

al-Amin.

Anshory, Nasruddin, Sudarsono. 2008.Kearifan Lingkungan dalam

Perspektif Budaya Jawa. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Antonius,Bungaran. 2016.Tradisi, Agama, dan Akseptasi Modernisasi

Pada Masyarakat Pedesaan Jawa. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Ardiansyah. 2012. Setiap Bid’ah Sesat ?. Medan : IAIN Press.

 

Ardiansyah, M Amar Adly, dan Afifah Rangkuti. 2013.Laporan penelitian: Kecenderungan Penelitian Skripsi Mahasiswa Jurusan Perbandingan Hukum dan Mazhab Fakultas Syari’ah IAIN SU: Studi Terhadap Naskah Skripsi Mahasiswa Dari Tahun 2008-2012. Medan: T.P.

 



 1 Bungaran Antonius, Tradisi, Agama, dan Akseptasi Modernisasi Pada Masyarakat

Pedesaan Jawa (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016), h. 45.

2 Pram, Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya (Jakarta : Cerdas Interaktif

(Penebar Swadaya Grup), 2013), h. 47.

3 Nasruddin Anshory dan Sudarsono, Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Budaya

Jawa (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 178.4 R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna (Yogyakarta : Penerbit Narasi,

2009), h. 765Ibid, h.244

 

6Sutrisno Sastro Utomo, Kamus Lengkap Jawa-Indonesia (Yogyakarta : Kanisius,

2007), h. 97

7Dewi Astuti dan Risma Rismawati. Adat Istiadat Masyarakat Jawa Barat(T.t. PT.

Sarana Panca Karya Nusa, T.th) h. 38

8Retnoning Tyas, Kamus Genggam Bahasa Indonesia (Yogyakarta : Frasa Lingua,

2016), h. 133

9Sutrisno Sastro Utomo, Kamus Lengkap Jawa-Indonesia, h..6810Ismaini, ‚Tradisi Nujuh Bulanan Pada Masyarakat Jawa : Di Kelurahan Sei Mati

Kecamatan Medan Labuhan Menurut Perspektif Hukum Islam‛ (Skripsi S.HI, IAIN Sumatera

Utara Medan, 2004) h. 36

11Elvi Susanti, ‚Komunikasi Ritual Tradisi Tujuh Bulanan : Studi Etnografi Bagi Etnis Jawa Di Desa Pengarungan Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhan Batu Selatan‛, Jom

FISIP 2. 2 (Oktober 2015) h.. 4

 

[3] 12 Thomas Wiyasa Bratawijaya,Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa,Jakarta:Pradnya Paramita,1977,hlm 118.

13 R. Gunasasmita, ‚Kitab Primbon Jawa Serbaguna‛ (Yogyakarta : apaenerbit Narasi,

2009) h. 79

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKULTURASI BUDAYA – KESELARASAN DALAM BUDAYA JAWA SESAJEN DI DESA JETAK KECAMATAN WEDARIJAKSA KABUPATEN PATI

AKULTURASI BUDAYA JAWA DENGAN TIONGHOA DALAM MOTIF BATIK LASEM

PELESTARIAN BUDAYA JAWA ISLAM DALAM TRADISI 10 SYURO SYEKH AHMAD MUTAMAKKIN DI DESA KAJEN MARGOYO KABUPATEN PATI